DASAR HUKUM PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA
1. Landasan filosofis:
Landasan filosofis terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia
tercantum dalam Pancasila, Sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Landasan konstitusional:
Landasan filosofis terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia
tercantum dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai berikut:
a. Pasal 1 ayat (3), bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum.
b. Pasal 27 ayat (1), bahwa segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
c. Pasal 28D ayat (1), bahwa setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
d. Pasal 28E ayat (1), bahwa setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya….”.
e. Pasal 28I ayat (2), bahwa setiap orang
berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.
f. Pasal 29 ayat (2), bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3. Landasan
operasional:
Landasan operasional terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, sebagai berikut:
a. Pasal
2, bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati
melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi,
dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
b. Pasal 3 ayat (2), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan
perlakuan yang sama di depan hukum.
c. Pasal
4, bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
d. Pasal
22 ayat (1), bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
4. Ketentuan
hukum internasional:
Ketentuan
hukum internasional terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia tercantum
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights) yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005,
sebagai berikut:
a. Pasal
2 ayat (2), bahwa Negara Pihak pada kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa
hak-hak yang diatur dalam Kovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi
apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau
pendapat lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau
status lain.
b. Pasal
4, bahwa Negara Pihak pada Kovenan ini mengenai bahwa menikmati hak-hak yang
dijamin oleh Negara sesuai dengan Kovenan ini, Negara hanya dapat mengenakan
pembatasan hak-hak tersebut sesuai dengan ketetapan hukum yang sesuai dengan
sifat hak-hak tersebut, dan semata-mata dilakukan hanya untuk meningkatkan
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Selain
itu, ketentuan hukum internasional terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia juga
tercantum dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik (Internasional Covenant on Civil and Political Rights) yang
telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, sebagai berikut:
a. Pasal 2 ayat (1), bahwa
setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati dan menjamin
hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam
wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun seperti
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain,
asal-usul Kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.
b) Pasal 18 ayat (1), bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir,
keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau
kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk
menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan,
pengamalan, dan pengajaran.
5. Undang-Undang
terkait lainnya:
Undang-Undang
terkait lainnya tentang penghayat kepercayaan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2013, sebagai berikut:
a. Pasal 61 ayat (1), bahwa KK memuat
keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota
keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga,
kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.
b) Pasal 64 ayat (1), bahwa KTP mencantumkan
gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia,
memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau
perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan,
kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP,
tanda tangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat
yang menandatanganinya.
Ketentuan
pasal tersebut di atas telah mendapatkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor
97/PUU-XIV/2016 tanggal 7 November 2017 dengan amar putusan pada pokoknya
menyatakan bahwa kata agama dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2013.
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights).
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik (Internasional Covenant on Civil and Political Rights).