Selasa, 31 Desember 2024

DASAR HUKUM PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA

 DASAR HUKUM PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA

 

1.     Landasan filosofis:

        Landasan filosofis terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia tercantum dalam Pancasila, Sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

2.     Landasan konstitusional:

        Landasan filosofis terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai berikut:

a.     Pasal 1 ayat (3), bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

b.     Pasal 27 ayat (1), bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

c.     Pasal 28D ayat (1), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

d.     Pasal 28E ayat (1), bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya….”.

e.     Pasal 28I ayat (2), bahwa setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

f.      Pasal 29 ayat (2), bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

 

3.     Landasan operasional:

        Landasan operasional terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebagai berikut:

a.     Pasal 2, bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

b.     Pasal 3 ayat (2), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

c.     Pasal 4, bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

d.     Pasal 22 ayat (1), bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

 

4.     Ketentuan hukum internasional:

        Ketentuan hukum internasional terkait dengan penghayat kepercayaan                          di Indonesia tercantum Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, sebagai berikut:

a.     Pasal 2 ayat (2), bahwa Negara Pihak pada kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak yang diatur dalam Kovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.

b.     Pasal 4, bahwa Negara Pihak pada Kovenan ini mengenai bahwa menikmati hak-hak yang dijamin oleh Negara sesuai dengan Kovenan ini, Negara hanya dapat mengenakan pembatasan hak-hak tersebut sesuai dengan ketetapan hukum yang sesuai dengan sifat hak-hak tersebut, dan semata-mata dilakukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokratis.

        Selain itu, ketentuan hukum internasional terkait dengan penghayat kepercayaan di Indonesia juga tercantum dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Internasional Covenant on Civil and Political Rights) yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, sebagai berikut:

a.     Pasal 2 ayat (1), bahwa setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul Kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.

b)     Pasal 18 ayat (1), bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.

 

5.     Undang-Undang terkait lainnya:

        Undang-Undang terkait lainnya tentang penghayat kepercayaan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, sebagai berikut:

a.     Pasal 61 ayat (1), bahwa KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

b)     Pasal 64 ayat (1), bahwa KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tanda tangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.

        Ketentuan pasal tersebut di atas telah mendapatkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 97/PUU-XIV/2016 tanggal 7 November 2017 dengan amar putusan pada pokoknya menyatakan bahwa kata agama dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan.     


DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Internasional Covenant on Civil and Political Rights).

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 97/PUU-XIV/2016 tanggal 7 November 2017