NEGOSIASI
PEMBELAAN DI INGGRIS *
Pendekatan
Inggris
Dari seluruh penghukuman baik di Inggris maupun di
Amerika, pengakuan bersalah berada antara 80–90 persen. Perbedaannya tidak
terletak pada jumlah pengakuan bersalah, tetapi pada cara memberi jaminan kepada
mereka. Dalam sistem yang berlaku di Inggris ada perbedaan yang tajam dalam
proses pengakuan bersalah yang terjadi antara Pengadilan Mahkota dan Pengadilan
Hakim.
Praktek Pengadilan Mahkota
Proses pengadilan mahkota menyerupai pengadilan di Amerika, karena hampir
semua terdakwa di depan sidang Pengadilan diwakili dan tingginya pengaruh
negosiasi pengakuan bersalah. Namun ada dua perbedaan, pertama ; tawar menawar
antara penuntut dan pembela Inggris cenderung berseri dibanding hasil dari
manuver dan negosiasi seperti di Amerika. Kedua, permohonan perjanjian di
Inggris tidak fokus pada kesepakatan hukuman langsung, karena jaksa secara
konvensional tidak mempengaruhi hukuman secara langsung, sebaliknya penurunan
tingkat dakwaan menjadi tujuan. Untuk pelanggaran yang berat, di dalamnya
terdapat pelanggaran yang lebih rendah, dimana terdakwa dapat memasukan
permohonan bersalah, menghindari konsekuensi penghukuman dari tuduhan yang
lebih berat. Jika tuduhannya berupa salah satu perbuatan yang menyebabkan luka
berat dan dilakukan dengan unsur kesengajaan, terdakwa dapat melakukan
pembelaan dengan perbuatan melukai. Demikian pula, mengemudi berbahaya, bisa di
adili dengan cepat dapat diringankan dengan menggantikannya dengan tuduhan
kelalaian dalam berkendara, mencuri dapat dikurangi menjadi penadahan, dan
perbuatan tidak senonoh dapat dikurangi menjadi perbuatan sederhana.
Permohonan negosiasi cenderung terjadi di lorong di luar siang pada hari
yang ditetapkan untuk sidang. Hakim pengadilan diberitahu hasilnya di
Pengadilan, Jaksa mengusulkan untuk menawarkan hal tidak ada bukti atas tuduhan
utama, kadang-kadang diskusi bisa dibawa ke ruang hakim. Pengadilan tidak
terikat oleh kesepakatan antara jaksa dan pembela, tapi jika pengadilan
menerima permohonan untuk pelanggaran yang lebih rendah hukuman yang dijatuhkan
harus sesuai dengan pelanggaran ini, bukan pelanggaran lebih besar yang awalnya
di dakwakan. Terdakwa tidak diwajibkan untuk menjawab tuduhan. Secara teoritis mereka kemudian dapat menjadikan hal ini sebagai
dasar gugatan terhadap terdakwa, tetapi hal ini jarang dilakukan.
Terlepas dari fakta bahwa lebih sedikit penundaan dalam proses pengadilan
di Inggris, pengaturan permohonan cenderung ditunda-tunda sampai hari
pengadilan karena pengacara seringkali tidak mendapat penjelasan hingga sesaat
sebelum persidangan. Dalam pandangan ini, pembagian profesi hukum di Inggris
menghambat efisiensi peradilan pidana, karena setiap kali acara kasus yang
telah di jadwalkan diselesaikan pada hari yang telah ditetapkan persidangan
selalunya berjalan mengulur waktu. Sebuah mekanisme penyelesaian kasus kriminal
sesuai jadwal yang telah ditetapkan akan mengakibatkan penghematan yang cukup
berarti.
Sifat
persaudaraan Inggris menciptakan suasana kondusif untuk negosiasi pembelaan. Umumnya ada kewajaran lebih dalam sikap terhadap kasus
tertentu, karena kedua belah pihak mempertahankan pengacara. Tawar-menawar
pembelaan Inggris telah digambarkan sebagai “sistem yang saing menguntungkan”. Seperti di Amerika,
ada semacam bahaya bahwa pengacara akan menyelesaikan kasus atas dorongan untuk
kepentingan mereka sendiri, terutama ketika kasus tersebut tidak menguntungkan bagi salah satu atau kedua
belah pihak. Suvey dari 160 banding yang dilakukan oleh Michael Zander mengungkapkan kurangnya perlakuan oleh pengacara
terdakwa dalam memberikan nasihat untuk mengaku bersalah, dan beberapa terdakwa
yang disurvei mengatakan mereka akan merekomendasikan jasa dari pengacara yang
mewakili mereka.
Selama negosiasi pembelaan, pengacara Inggris sebelumnya telah memiliki
lebih banyak bukti kasus yang relevan daripada rekan-rekan mereka di Amerika.
Dalam kasus pengadilan mahkota, bukti penuntutan telah disajikan. Bukti tambahan tidak
diterima di pengadilan kecuali jika pembela telah memiliki kesempatan sebelum
memeriksanya. Demikian halnya, jika
pembelaan bermaksud untuk menyajikan alibi
maka harus memberitahukan lebih dahulu kepada pihak penuntut.
Subyek tawar-menawar dakwaan yang lain antara jaksa dan pembela adalah
pelanggaran-pelanggaran yang dapat dipertimbangkan. Secara umur, terdakwa
mungkin menawarkan untuk melakukan transaksi kriminal lainnya yang sifatnya
serupa ; hukumannya dapat dipertimbangkan juga. Sebuah
pelanggaran ‘T.i.c.’ tidak di golongkan
sebagai suatu penghukuman, tetapi merupakan pengakuan bersalah dalam
pelanggaran. ‘T.i.c.’ menyediakan polisi
dengan solusi untuk kejahatan, mereka menghindari sidang dan bahkan menghindari
perlunya mempersiapkan dakwaan formal
kepada terdakwa. Hal ini jelas dari kasus yang dilaporkan bahwa ‘T.i.c.’ dapat menjadi subjek negosiasi pembelaan. Tapi
sejauh mana hal ini terjadi, seperti begitu banyak pertanyaan dalam praktek
pengakuan bersalah, tetap bersifat spekulatif.
Pengakuan Bersalah Dalam Pengadilan Hakim
Terdakwa yang diwakili. Apakah pengacara terdakwa sengaja atau tidak sengaja
untuk menghubungi jaksa dengan maksud
untuk menuju permohonan negosiasi, strategi dasar dalam representasi pembelaan
tak bersalah di Inggris terletak di dalam
menjaga sidang perkara di tingkat pengadilan hakim. Hanya beberapa
tindak pidana yang dapat di tuntut dan yang tidak dihukum dengan cepat
(misalnya, pembunuhan, pemerkosaan dan pencurian yang memberatkan). Semua pelanggaran yang dapat dihukum lainnya dapat
diringkaskan dengan persetujuan terdakwa dan
pihak penuntut. Pada kebanyakan kasus, pembela dapat berhasil
mempertahankan kasus pada pada tingkat pengadilan
magisrate melalui persetujuan terdakwa untuk pemeriksaan pengadilan yang cepat.
Hanya 13 persen dari semua terdakwa berjalan
pengadilan magistrates atas suatu pelanggaran dapat dituntut pada tahun 1971
telah berkomitmen untuk diadili di hadapan pengadilan yang lebih tinggi. Tujuan
pembela untuk mempercepat proses
pengadilan adalah untuk membatasi hukuman yang mungkin dapat di jatuhkan kepada
terdakwa. Terlepas dari batas-batas hukum dari suatu pelanggaran dimana terdakwa yang divonis bersalah,
kekuatan hukuman dari para hakim
terbatas (dalam kasus tindak pidana yang dapat di adili dengan
cepat) pada pengenaan pada dua istilah
enam bulan berturut–turut untuk dua pelanggaran terpisah. Lebih penting lagi,
disposisi kasus di tingkat hakim menjamin diskon hukuman secara de-facto untuk terdakwa. Untuk setiap
pelanggaran yang diberikan, terdakwa kemungkinan akan menerima hukuman jauh
lebih ringan di pengadilan magistrates daripada di pengadilan mahkota. Dalam
kasus pelaku pertama ada keuntungan lebih dari sebuah perlakuan ringkas (sumir) . Kecuali untuk hukuman atas kekerasan kepada
seseorang, hakim tidak boleh memenjarakan pelanggar pertama kecuali hakim menyatakan terdakwa untuk diproses ke
pengadilan mahkota. Risiko menjatuhkan hukuman bahkan lebih rendah
daripada berkomitmen untuk di adili.
Pada tahun 1971, hanya empat persen dari
semua terdakwa yang dihukum atas
pelanggaran dapat dituntut di pengadilan hakim di tingkat pengadilan
yang lebih tinggi. Demikian juga di dalam
kepentingan penuntutan untuk menjaga kasus di tingkat pengadilan hakim. Biaya
dan kompleksitas kasus yang di hadapi sebelum sampai ke pengadilan mahkota di
hindari dan kemungkinan hukuman meningkat secara substansial jika kasus
terdengar sebelum di tangani di pengadilan hakim. Tingkat pembebasan
dari kasus yang diperebutkan sebelum di masukkan ke pengadilan mahkota telah
diamati sekitar 43 persen. Sedangkan tingkat
pembebasan dari kasus yang diperebutkan sebelum
tiba di pengadilan hakim dapat diperkirakan antara 7 dan 14 persen.
Dengan demikian kita melihat bahwa hanya sebagai strategi pembelaan dalam
representasi pembelaan tak bersalah yang menjaga kasus di tingkat pengadilan
hakim, seringkali strategi pembelaan dari kasus yang diperebutkan adalah untuk
meningkatkan kasus tersebut ke tingkat pengadilan mahkota untuk mengambil
keuntungan dari kehadiran juri dan kemungkinan pembebasan yang lebih
besar.
Jika pengacara terdakwa lebih lanjut ingin mengurangi resiko terdakwa
dipenjarakan, beberapa waktu sebelum hakim sidang, ia akan menghubungi polisi
atau jaksa penuntut yang bertanggung jawab atas kasus untuk menuju negosiasi
pembelaan. Prosedur umum adalah seperti yang sudah dinyatakan untuk pengadilan
mahkota.
Salah
satu kelemahan dari pembela dalam negosiasi permohonan pembelaan di tingkat pengadilan hakim adalah bahwa
bukti–bukti yang diajukan oleh pihak penuntut belum diperiksa secara umum. Terdakwa tidak berhak untuk melihat informasi sebelum
hukuman dijatuhkan, dan hak–hak terdakwa
untuk diperhatikan adalah terbatas pada hal khusus yang mungkin diperlukan
untuk memberikan informasi yang memadai atas sifat tuduhan (dakwaan). Kadang-kadang
ada pertukaran bukti jika pengacara terdakwa mendapat kemurahan hati dari jaksa
penuntut, tetapi umumnya tawar-menawar pembelaan harus dilakukan secara
sembunyi-sembunyi.
Kadang-kadang petugas hakim diberitahu tentang persetujuan permohonan
antara jaksa dan pembela, tapi hakim itu sendiri tidak menerima pemberitahuan
terlebih dahulu. Hal ini bergantung pada
kuasa oleh seorang hakim. Menurut Dr E.
Anthony, bahwa polisi menggunakan hakim hanya untuk mengesahkan sebuah hukuman yang belum dibuat tanpa membiarkan
pengadilan memiliki kekuatan ajudikasi. Namun, hal itu nampaknya hanya muncul dari
pengamatan saya sendiri terhadap hakim
pengadilan Cambridge bahwa hakim sering menyadari seperti apa proses
penyelesaian kasus, dan setuju di dalamnya. Saat terdakwa muncul sebelum hakim
diwakili oleh pengacara , dan pihak penuntut tidak mampu menunjukkan bukti pada
beberapa hal tertentu dari apa yang di
dakwakan (dituduhkan), ini adalah isyarat yang cukup jelas bahwa telah tercapai
persetujuan permohonan pembelaan . Dalam banyak hal, Dr E. Anthony memang benar, karena hakim memiliki sedikit kontrol
atas proses penyelesaian yang berlangsung sebelum kasus mencapai ruang sidang.
Baik kesepakatan pembelaan maupun fakta keberadaannya disebutkan di sidang
pengadilan.
Terdakwa tak terwakili. Hanya sekitar
setengah dari terdakwa yang di proses sebelum sampai ke pengadilan hakim yang
di beri perwakilan secara professional. Tak adanya pembela yang mengetahui
urutan proses dalam suatu penunututan tindak pidana kriminal dan juga memahami
aturan informal praktik lokal memiliki pengaruh besar pada cara di dalam
pelaksanaan proses pembelaan bersalah. Salah satu aspek yang paling menarik
dari bantuan hukum di Inggris adalah bahwa terdakwa biasanya harus membawa
kasusnya maju ke titik dimana ia terbukti tidak bersalah di hadapan pengadilan
hakim sebelum memperoleh bantuan hukum. Jika seorang terdakwa tidak terwakili
mengaku tidak bersalah, persidangan sering ditunda sehingga terdakwa dapat
mengajukan permohonan bantuan hukum. Aplikasi seperti itu biasanya di jamin. Namun,
jika terdakwa tak terwakili itu mengaku bersalah di depan hakim, dan kemudian
memperoleh bantuan hukum sebelum dijatuhi hukuman, ia biasanya ditolak. Hanya
sekitar 10 persen dari terdakwa yang diwakili pada penampilan pertama mereka di
hadapan hakim. Sidang pertama ini mungkin akan atau tidak berlangsung
di luar pertanyaan tentang jaminan untuk pembacaan tuduhan dan pembelaan
terdakwa, tergantung pada apakah penuntutan telah siap untuk mengadili perkara
tersebut. Mrs Dell menemukan bahwa
ketika sidang telah berjalan hingga ke titik pembelaan dari terdakwa, hanya 14
persen dari terdakwa yang mengaku bersalah diwakili. Di antara terdakwa yang
mengaku tidak bersalah, 50 persen akhirnya memperoleh bantuan hukum. Mrs Dell tidak membagi terdakwa diwakili
yang mengaku tidak bersalah kedalam mereka yang diwakili ketika mereka pertama
kali masuk dalam pembelaan mereka dan
mereka yang pada awalnya tidak diwakili tetapi kemudian diberikan bantuan hukum
untuk di adili untuk mempercepat
pengadilan mereka atau proses berkomitmen. Tapi
dari dua analisis lainnya yang disajikan oleh Mrs Dell, efek substansial
representasi sebelumnya atas pembelaan terdakwa dapat dilihat. Dari 106
terdakwa dalam penelitian Holloway, yang menyangkal telah bersalah saat di
wawancarai, 78 tidak punya bantuan hukum sebelum masuk permohonan mereka. Dari kelompok ini, dua-pertiga telah masuk permohonan
bersalah. Dari 22 terdakwa yang pernah memohon bantuan pengacara sebelum
meminta pembelaan, hanya tiga yang masuk permohonan bersalah yang diwakili. Dalam sebuah survei terpisah terhadap terdakwa yang
tampil di depan hakim pengadilan London. Mrs
Dell menemukan bahwa 60 persen dari terdakwa yang diwakili dibandingkan
dengan 6 persen dari terdakwa yang tidak terwakili menjawab tidak bersalah.
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa permohonan memiliki pengaruh pada
representasi, karena terdakwa yang mengaku tidak bersalah lebih mungkin untuk
diberikan bantuan, dan representasi tersebut memiliki efek pada pembelaan,
karena terdakwa dengan bantuan lebih mungkin untuk mengaku tidak bersalah.
Terdakwa yang muncul di depan hakim tanpa terwakili sangat tak berdaya. Dia
tidak tahu apa yang diharapkan, juga tidak sepenuhnya peduli pada pentingnya
apa yang terjadi. Ia akan berdiri saat hakim masuk, namun ia tidak di sambut
oleh mereka, tetapi oleh seseorang yang duduk di bawah dan di depan mereka
(panitera hakim). Terdakwa sering tidak
menaruh perhatian penuh pada semua yang dikatakan, dan jarang mereka memotong proses pengadilan untuk meminta pengulangan atas kata-kata yang
kurang terdengar atau yang artinya tidak dipahami. Kebanyakan terdakwa
berpendidikan rendah, takut serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri dalam
bahasa yang mereka yakini di harapkan di pengadilan. Dengan partisipasi aktif yang sedikit dari terdakwa, hakim sidang dapat
melanjutkan proses pengadilan tahap demi tahap dengan lebih cepat. Dibagian penutupan, setelah terdakwa telah mengaku
bersalah atau dihukum, dia biasanya ditanyai ; “apakah Anda punya sesuatu yang
ingin dikatakan ?” Di titik kritis ini, ketika
keadaan mitigasi harus diletakkan sebelum pengadilan, terdakwa sering
sepertinya berpikir bahwa respon yang diharapkan adalah pernyataan singkat
seperti saya menyesal. Beberapa terdakwa di dorong untuk berbicara tentang keadaan
hidup mereka atau kejahatan yang telah
mereka lakukan. Banyak terdakwa hanya ingin cepat selesai dan
yang di izinkan atau di dorong untuk melakukannya oleh polisi dan pengadilan.
Seluruh penangkapan untuk proses penghukuman dapat berlangsung dalam 24 jam. Terdakwa memiliki hak mendapatkan jaminan di depan
hakim dalam waktu 24 jam setelah penangkapan, dan seringkali jika polisi telah
mendapatkan pernyataan dari terdakwa sebelum mereka bisa mendapatkan keyakinan
pengakuan bersalah di dalam satu kali hakim bersidang. Fakta bahwa
banyak terdakwa di Inggris yang mengaku bersalah yang tidak terwakili berarti
bahwa ada sedikit ajudikasi nyata dalam proses pengakuan bersalah. Ideologi umum hukum mengandaikan sebuah proses musuh,
dengan masing-masing menyajikan kasusnya
di depan hakim yang lebih merupakan Arbiter
daripada peserta aktif dalam proses
tersebut. Dalam banyak hal, terdakwa bertanggung jawab untuk bergerak
secara aktif guna membela dirinya sendiri. Dibutuhkan
kehendak kuat dari terdakwa untuk membuat proses pencarian kebenaran bekerja. Jika
terdakwa menyerah dan sepakat dengan
penghukuman, maka hanya akan ada
sedikit penyelidikan atas fakta-fakta
kejahatan.
Untuk
beberapa hal polisi merundingkan pengakuan bersalah dengan terdakwa. Komisi Royal 1962 tentang Kepolisian menerima bukti
yang diajukan oleh Masyarakat Hukum dan Asosiasi Nasional Pejabat Percobaan
yang kadang-kadang polisi menyarankan terdakwa untuk mengaku bersalah, atau
menawarkan untuk memberikan kata-kata yang
baik di depan hakim, atau sebaliknya menyarankan kelonggaran jika bekerjasama
dengan pihak berwenang. Dalam Mrs Dell
56 “Inconsistent Pleaders”
(yang awalnya mengaku bersalah tetapi
kemudian menyangkal tidak bersalah), 17 orang mengatakan bahwa pengakuan
bersalah mereka adalah hasil dari nasihat atau tekanan polisi, 8 orang
mengatakan tidak ada gunanya membela kasus di mana itu hanya kata-kata saya
versus polisi, 5 orang mengatakan mereka
mengadakan permohonan untuk menghindari penyerahan kembali, dan lain 5 orang
lainnya mengaku bersalah karena ketakutan akan hukuman yang lebih keras setelah
sidang. Seringkali saran tersebut diberikan dalam nasehat, dan tekanan untuk
bekerja sama lebih halus dari mengancam. Cara penelitian terhadap penyelidikan polisi
menunjukkan tingkat informal yang tinggi antara polisi dan terdakwa,
dan banyak dialog di antara mereka. Di mana
terdakwa tidak diwakili dan memiliki pertanyaan tentang apa yang akan terjadi
di pengadilan, atau apa yang mungkin
akan menjadi konsekuensi dari pembelaan, itu adalah wajar bahwa ia
mengajukan pertanyaan itu ke polisi, terutama ketika ia bekerja sama
dengan mereka. Tidak mengherankan bahwa
polisi harus memberikan petunjuk keringanan hukuman yang akan mengikuti
pembelaan bersalah, karena ini adalah apa yang umumnya terjadi. Ini
mungkin tampak adil hanya bagi petugas
dan terdakwa harus tahu ini. Juga wajar bagi
polisi untuk menyarankan terdakwa untuk mengaku bersalah, karena mereka merasa
bahwa bukti yang cukup untuk menjatuhkan tuduhan telah cukup meyakinkan. Polisi
cenderung lebih tertarik dalam memecahkan kejahatan daripada menjalankan
tantangan hukum untuk meyakinkan. Sumber daya penyelidikan mereka
terbatas, dan pengakuan bersalah disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Bahkan lebih cocok dengan kebutuhan penyelidikan
polisi adalah tindak pidana ‘T.i.c’.
Di sini cukup jelas bahwa inisiatif ini umumnya diambil oleh polisi. Seringkali
terdakwa memberi bentuk tanda-tanda
sebelum muncul di pengadilan hakim. Jadi ketika panitera mencatat bahwa
terdakwa meminta agar pelanggaran tertentu dipertimbangkan itu sangat sukar
untuk diproses cepat.
Daripada mengandalkan negosiasi untuk menghasilkan persentase yang tinggi
dari pengakuan bersalah, penuntutan Inggris umumnya lebih bergantung pada apa
yang dapat dicirikan sebagai kekalahan terdakwa. Terdakwa yang menggugat
kasusnya harus bersedia mengambil risiko penyerahan kembali ke penjara yang
mungkin mengorbankan pekerjaannya, beban memberikan kontribusi bagi biaya
pembelaan dan hukuman keras setelah sidang. Dia harus bersedia untuk mengalami
kecemasan menunggu persidangan, ketegangan keluarganya dan meneruskan hubungan yang tidak menyenangkan dengan
polisi. Dan dalam rata-rata kasus terdakwa Inggris seterusnya harus berjuang
sendiri hingga titik memasuki pembelaan tidak bersalah di pengadilan hakim
sebelum ia diberikan bantuan hukum. Seringkali hasil dari tekanan tersebut
adalah sindrom “cepat selesai”. Terdakwa membuat pernyataan kepada polisi dan
mengaku bersalah untuk menghapuskan tekanan itu. Hal ini terutama terjadi di
mana terdakwa kemungkinan akan menerima hukuman. Untuk mempertahankan kasusnya
terdakwa harus bersedia untuk menjalani interogasi berat selama berjam-jam.
Hingga di mana polisi melanggar aturan hakim
menjadi problematis. Untuk tujuan ini kami akan menganggap mereka tidak
melakukan itu. Namun, terdakwa hanya seorang diri melawan
interogator–interogator berpengalaman. Dia
mungkin tidak menyadari bahwa ia hanya membantu polisi dengan penyelidikan
mereka dan bebas untuk meninggalkan setiap saat. Bahkan jika ia meminta izin
untuk menelepon pengacara, sering polisi menolak. Dari saat terdakwa tiba di
kantor polisi ia berhadapan dengan pertanyaan apakah dia akan atau tidak
bekerja sama dengan pihak yang berwenang. Banyak tekanan yang di dapatkannya,
yang lain secara halus diterapkan oleh interogator, tapi dari pesan awal jelas
; ‘hal-hal yang akan lebih baik untuk Anda jika Anda bekerja sama dengan kami’.
Paling penting dalam pikiran terdakwa adalah dorongan untuk bebas,
keinginan untuk melepaskan diri dari situasi yang tidak nyaman. Beberapa
mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari keputusan untuk membuat
pernyataan kepada polisi. Ini adalah harapan atau janji yang muncul yang menyebabkan terdakwa untuk
bekerja sama. “Kerjasama” dapat berarti baik
pernyataan terdakwa atau pun pengakuan bersalah. Polisi biasanya memusatkan
perhatiannya dalam usaha mendapatkan sebuah pernyataan, tetapi untuk tujuan
bagian ini sebuah pernyataan dan pengakuan bersalah diperlakukan sebagai
kesamaan fungsional, karena pengakuan bersalah biasanya mengikuti pengambilan
pernyataan. Sejauh manakah polisi menggunakan kekuatan jaminan dari mereka
untuk mengamankan pengakuan bersalah ? Pengadilan banding membuat
catatan hukum dari praktek
“tawar-menawar jaminan” dalam Rv Northam.
Sebagai contoh adalah ketika petugas
menyatakan kepada terdakwa : jika Anda
ceritakan tentang hal ini Anda dapat memiliki jaminan”. Sejauh mana
tawar-menawar jaminan terjadi belum
pernah di dokumentasikan. Namun, ada dua poin
yang cukup jelas. Pertama, polisi secara rutin meminta penyerahan kembali dalam
tahanan dalam rangka untuk menerapkan tekanan hukuman terhadap terdakwa.
Sekitar setengah dari semua terdakwa diserahkan dalam tahanan sebelum sidang
tidak kembali ke tahanan setelah penghukuman. Kedua, ada hubungan antara
penyerahan ke dalam tahanan dan
pengakuan bersalah. Bottomley
Keith dalam “Prison Before Trial”, dalam analisanya mengenai committals untuk sidang, menemukan
bahwa dari kelompok yang ditahan, 61
persen mengaku bersalah, sedangkan kelompok yang dilakukan dengan jaminan hanya
36 persen mengaku bersalah. Alasan untuk perbedaan ini tidak dapat
sepenuhnya dibahas di sini, tetapi layak untuk di katakan bahwa kesamaan hukum
dari dua kelompok itu ditunjukkan oleh fakta bahwa para terdakwa sama–sama tetap
melakukan permohonan tidak bersalah tingkat pembebasan hampir sama (46 persen dan 43 persen, masing-masing). Kerugian terbesar
yang di derita oleh terdakwa yang
diserahkan dalam tahanan adalah bahwa ia sering kehilangan pekerjaannya. Ia
kehilangan kedua sumber daya ekonomi yang mungkin ia butuhkan untuk memperjuangkan kasusnya dan stabilitas yang
akan membuatnya risiko percobaan yang lebih baik buatnya. Jika terdakwa tidak berusaha untuk mempersiapkan suatu
pembelaan dari penjara, dia dihadapkan dengan kesulitan besar. Diantaranya
adalah ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara bebas dengan pengacara dan
ketidakmampuan untuk mencari saksi atas namanya. Hasil akhir dari semua
tekanan, bujukan dan cacat ini adalah bahwa
apakah terdakwa bersalah atau tidak atas
tuduhan itu, ia merasa ia tidak bisa melawan. Dia menyerah dan
memasuki pengakuan bersalah.
Dalam sistem Inggris ada penggabungan kekuasaan cukup besar di
tangan polisi. Mereka menginterogasi tersangka, mengumpulkan bukti,
membuat keputusan tentang apakah akan menjatuhkan tuduhan dan sering melakukan
penuntutan sebelum pengadilan. Karena sifat kekuasaan mereka yang relatif tidak terkendali ada resiko tinggi bahwa itu
dapat digunakan untuk mengalahkan terdakwa ketimbang menghukum mereka dengan benar.
Tekanan dan praktek jaminan polisi di
Amerika di akui lebih kasar. Tapi karena
hampir semua terdakwa mendapatkan keterwakilan minimal, proses pengakuan
bersalah cenderung lebih mengandalkan tawar-menawar pembelaan daripada
kekalahan terdakwa seperti di Inggris. Orang mungkin akan yakin bahwa sebagian
besar terdakwa di Inggris dan Amerika yang mengaku bersalah pada kenyataannya
bersalah sesuatu. Namun, semakin ada perasaan dalam masyarakat hukum
Anglo-Amerika yang menginginkan harus ada penelitian lebih dalam memastikan
keakuratan keyakinan dan bahwa harus ada tingkat kontrol peradilan yang lebih tinggi di dalam proses menjamin pengakuan bersalah.
PEMBELA TIDAK KONSISTEN
Dari 527 perempuan yang di adili di pengadilan hakim, 106 membantah telah melakukan pelanggaran apapun ketika mereka di wawancarai. Dari 106 perempuan, lima puluh enam (53 persen) mengaku bersalah, empat puluh tujuh (44 persen) mengaku tidak bersalah, dan tiga pembelaan, tidak diketahui. Untuk kenyamanan, mereka lima puluh enam perempuan yang mengaku bersalah disebut sebagai pemohon tidak konsisten.
Lebih separuh dari mereka yang
mengaku tidak bersalah harus mengaku bersalah di depan hakim itu tampaknya temuan yang mengejutkan. Berapa banyak
ketergantungan bisa dipasang dalam pertimbangan perempuan ? Pewawancara tidak memiliki alasan untuk percaya bahwa
mereka yang menyangkal bersalah namun mengaku bersalah adalah kurang dapat
diandalkan kata-katanya daripada mereka yang menyangkal bersalah dan mengaku
tidak bersalah, tetapi dalam kasus tidak ada di sana, sebagai suatu peraturan,
setiap cara untuk memeriksa keadaan adanya pelanggaran atas hukum. Meskipun demikian, tampaknya layak melihat serius pada
kenyataan bahwa banyak dari mereka yang bertahan tidak bersalah, namun mengaku
bersalah, untuk apa yang perempuan–perempuan ini katakan adalah konsisten
dengan bukti-bukti dari sumber lain, dan beberapa orang yang telah bekerja di
pengadilan atau dengan pelaku pelanggaran
akan terbiasa dengan kasus semacam ini.
Kritik tertentu yang dibuat oleh
beberapa wanita kepada polisi berkaitan
dengan subjek ini, dan itu tidak mudah untuk memutuskan cara terbaik untuk
menangani kasus ini. Sebagai tahanan telah dijamin bahwa wawancara akan dijaga
kerahasiaanya, sulit mendekati polisi untuk memperoleh informasi dalam kasus
ini tanpa mengungkapkan apa yang telah dituduhkan. Tanpa pemeriksaan,
kebenaran dari apa yang di katakan oleh wanita tersebut hanya terdapat dua
alternatif : satu, adalah untuk menghilangkan semua bahan yang berkaitan yang
tidak baik menurut polisi, yang lain adalah untuk melaporkannya, sambil
menunjuk bahwa informasi itu berasal dari hanya salah satu dari dua pihak yang
berkepentingan. Meskipun keberatan jelas, itu
dianggap benar untuk mengikuti. Kedua, subjek tampak terlalu penting untuk
dihilangkan, dan keberatan juga
diberikan atas fakta bahwa tuduhan
serupa telah dibuat oleh sejumlah
perempuan, dan bahwa orang lain telah menarik perhatian untuk masalah yang
sama. Namun demikian, harus ditekankan bahwa apabila diberikan kutipan dari apa
yang dikatakan perempuan atas perilaku polisi, itu hanyalah satu sisi dari
cerita yang tersedia untuk dikutip.
Apa
yang membuat orang mengaku bersalah membantah mereka telah
membuat pelanggaran ? Lima puluh enam wanita yang melakukan ini, atau mengatakan akan
melakukannya, sembilan di wawancarai sebelum mereka mengaku, memberi berbagai alasan ; tujuh belas mengatakan bahwa mereka mengaku bersalah menuruti saran atau tekanan polisi ; delapan, termasuk beberapa dituduh mengajak, mengatakan bahwa tidak ada gunanya membela suatu kasus di mana itu hanyalah silat lidah
“kata-kata saya versus polisi’; lima wanita mengatakan mereka telah mengaku bersalah untuk menghindari diserahkan ke
tahanan, dan lima telah melakukannya karena takut bahwa pembelaan tidak bersalah berarti mendapat hukuman lebih berat. Para wanita yang tersisa memberikan berbagai alasan yang berbeda, satu orang hanya berkata dia tidak punya keberanian untuk berdiri di pengadilan dan memperjuangkan kasusnya.
Untuk lebih memperjelas atas sikap orang-orang yang membantah
pelanggaran, namun akhirnya mengaku bersalah, dibuat suatu perbandingan, atas semua item informasi
yang dikumpulkan, antara empat puluh
tujuh pembelaan konsisten dan lima puluh enam pembelaan tidak konsisten yang menyangkal
mereka bersalah. Kelompok yang tidak konsisten agak lebih muda, tapi selain
dari ini tidak ada lagi perbedaan yang signifikan dalam latar belakang sosial
atau medis. Namun, ada tiga hal utama di mana dua kelompok ini saling berbeda.
Yang pertama berkaitan dengan jenis pelanggaran, insiden pelanggaran gangguan
ketertiban umum seperti mengajak (mempengaruhi) orang lain dan mabuk-mabukan
lebih tinggi di antara yang tidak konsisten, sementara pelanggaran properti
lebih umum di antara yang konsisten.
Perbedaan kedua adalah bahwa kelompok yang konsisten, tidak diragukan lagi karena permintaan mereka, jauh lebih sering dikirim kembali tanpa belum dicoba ke dalam tahanan, sehingga memberi pembenaran kepada beberapa pemohon tidak konsisten yang mengatakan mereka lebih suka mengaku bersalah dan “sepakat dengan ini”
dari pada risiko dikembalikan ke penjara jika mempertahankan kasus. Dari para wanita yang menyangkal bersalah enam puluh dua, pertama kali datang ke penjara setelah di
jatuhkan hukumannya, dan empat puluh tujuh dari mereka (76 persen) yang telah mengaku bersalah. Di sisi lain, di antara empat puluh satu orang yang menyangkal bersalah dan pertama kali datang ke penjara dan belum dicoba ke penjara, hanya sebagian kecil dari sembilan (22 persen) yang mengaku dengan tidak konsisten. Ketiga, ada perbedaan yang nyata dalam representasi dari dua kelompok.
Tujuh
puluh delapan
dari wanita yang
menyangkal bersalah tidak memiliki
pertimbangan hukum sebelum mengadakan pembelaan, dan dua pertiga dari mereka
(lima puluh dua) mengaku
bersalah, namun di
antara 22 perempuan yang diketahui telah
mendapatkan bantuan hukum sebelum
mengadakan pembelaan, proporsi pembelaan
tidak konsisten
adalah 13 persen-tiga
wanita. Apakah ini
berarti bahwa nasihat
hukum mengurangi pembelaan tidak
konsisten ? bisa dikatakan
bahwa kesimpulan semacam ini tidak dibenarkan, karena
di pengadilan yang lebih rendah orang-orang yang diwakili
kemungkinan di pastikan akan
menjadi sebagai yang paling bertekad untuk membela diri
mereka sendiri, mereka akan mengaku tidak bersalah karena mereka
di wakili ; lebih dari pada mereka diwakili karena
mereka berniat untuk
mengaku tidak bersalah.
Namun, dalam pengadilan
yang lebih tinggi ada situasi yang berbeda, hampir semua orang yang di ajukan ke pengadilan telah
mendapatkan bantuan hukum, terlepas dari
keinginan mereka untuk membela
diri mereka sendiri, dan survei menunjukkan bahwa
dalam sidang pengadilan
tinggi kasus-kasus pembelaan tidak
konsisten adalah langka seperti di antara para wanita yang diwakili di pengadilan yang
lebih rendah : dari tiga puluh tiga perempuan yang di adili di pengadilan tinggi, ketika
diwawancarai, bertahan bahwa mereka tidak bersalah, lima orang (15 persen) mengaku
bersalah. Dengan demikian tampaknya terdapat ada beberapa bukti bahwa dalam kelompok
terdakwa yang mempunyai
akses untuk mendapatkan nasihat hukum sebelum membuat pembelaan, beberapa dari
mereka yang
percaya bahwa dirinya tidak bersalah akan mengaku bersalah.
Mungkin
hal yang paling mengganggu dari pembela yang tidak konsisten adalah jumlah perempuan di antara mereka yang tidak
pernah di hukum sebelumnya. Di antara kasus yang di adili oleh hakim, ada 24 perempuan
tanpa penghukuman sebelumnya, ketika
mereka di wawancarai, membantah telah melakukan tindak pidana ; empat belas dari mereka, hampir 60
persen, mengaku bersalah. Dua orang mengatakan mereka telah melakukannya untuk menghindari
di serahkan ke penjara, dan satu
orang mengatakan bahwa pengacaranya menyuruhnya untuk mengaku bersalah.
Seorang gadis yang
diserahkan ke penjara dengan belum
dicoba atas tuduhan memiliki
obat terlarang mengatakan bahwa polisi telah menanamkan hal ini pada dirinya ; setelah
berbagai keraguan, ia memutuskan untuk
tidak berkata begitu di pengadilan, karena merasa tuduhan seperti itu akan menimbulkan
prasangka berbelok melawan dia. Mayoritas pelanggar pertama
tidak konsisten, sembilan dari empat belas, memberi
saran polisi atau
tekanan sebagai alasan mereka untuk mengaku
bersalah. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa
polisi telah
mengancam akan “di kirim” jika
mereka mengaku tidak
bersalah ; yang lainnya mengatakan bahwa mereka
telah diberitahu akan “dihilangkan” (dengan halus atau
percobaan dll) jika
mereka tidak menentang kasus ini. Beberapa perempuan
mengatakan bahwa mereka
telah disarankan untuk
mengaku bersalah dengan cara yang
baik sekali, polisi mengatakan kepada
mereka bahwa ini adalah cara paling
sederhana untuk menyelesaikan kasus
di atas, dan untuk menghindari resiko publisitas,
atau di serahkan ke dalam tahanan. Mudah untuk
melihat bagaimana mereka yang
tidak memiliki pengalaman dengan kantor
polisi atau pengadilan
akan dengan penuh syukur menerima
nasihat seperti itu, dan itu penting bahwa, sementara hanya
9 persen dari
residivis konsisten mengatakan nasihat polisi sebagai
alasan mereka untuk mengaku bersalah, 64
persen dari pelanggar
konsisten pertama mengatakan mereka telah melakukannya
sebagai respon atas persuasi polisi .
Beberapa
jenis pelanggaran tertentu yang secara khusus
berkaitan dengan pembelaan yang tidak konsisten, mengajak orang lain
menjadi kasus yang luar biasa. Lima puluh sembilan anak
perempuan–semuanya kecuali satu yang tidak terwakili-di dakwa dengan pelanggaran ini ; 27 menyangkal, tapi delapan belas dari mereka mengaku bersalah. Semua kecuali dua dari gadis-gadis berusia delapan belas tahun ini mengakui bahwa mereka pelacur, apa yang mereka sangkal adalah bahwa pada saat penangkapan adalah sebagai perdagangan mereka. Lima dari sembilan wanita yang mengaku tidak bersalah juga mengatakan hal yang sama. Semua gadis-gadis ini memberikan pengakuan semacam itu ; ketika ditangkap, mereka telah keluar dari daerah dimana mereka dikenal, tetapi tidak dalam suatu urusan bisnis, beberapa orang sedang berbicara dengan sesama teman cewek (kadang dengan pelacur lainnya), yang lain sedang berbicara dengan teman-teman pria di jalan, dan satu atau dua orang ditangkap pada saat keluar dari mobil. Satu orang profesional-ia mengaku tidak bersalah-mengatakan ia telah di hentikan oleh seorang pelaut yang memintanya untuk datang kapalnya untuk melakukan bisnis. Dia menolak dan terus berjalan, dan kemudian ditangkap karena mengajak.
The Street Offences Act
1959. Tidak diragukan lagi menempatkan gadis-gadis ke dalam posisi yang sulit. Jika mereka memiliki keyakinan atau sebelumnya telah diperingatkan, mereka di masukkan dalam “pelacur definisi umum”, dan jika seorang pelacur yang dikenal sedang berbicara di sudut jalan dengan seorang pria, polisi juga dapat menangkap dia karena tuduhan mengajak, meskipun sebenarnya ia hanya teman atau orang asing yag menanyakan jalan. Apa yang dapat gadis seperti itu lakukan ? Ia dapat mencoba untuk membela kasus tapi untuk melakukannya secara efektif dia perlu orang yang dia sedang ajak berbicara untuk bertindak
sebagai saksi. Seorang gadis muda berusia delapan belas tahun mengungkap kesulitan-kesulitan untuk hal
ini. Dia ditangkap
dengan tuduhan mengajak, dan
diserahkan dalam tahanan ketika dia mengaku tidak bersalah. Dia tidak meminta bantuan hukum, dan pengadilan juga tidak menyarankan itu. Ketika di wawancarai dia
mengatakan bahwa ia telah berada di Piccadilly ketika seorang
pria menanyakan jalan ke sebuah klub. Dia lalu menunjukkan jalan pada lelaki itu, dan kemudian ditangkap karena
tuduhan mengajak. Dia mengatakan bahwa dia meminta petugas yang
menangkapnya apakah ia mau pergi dengannya ke klub untuk
mencari orang itu, dan membuktikan apa yang
menjadi isi pembicaraan mereka, tapi ini ditolak. Dalam
keadaan seperti itu tidak mudah bagi seorang
gadis untuk mencoba menentang bukti dari polisi,
dan tanpa nasihat dan bantuan hukum
itu adalah mustahil.
Mungkin
ada sedikit
simpati untuk profesional yang ditangkap saat tidak sedang bertugas, tetapi posisi hukum saat ini, yang mengekspos orang dengan keyakinan atau peringatan sebelumnya untuk tuduhan mengajak dengan risiko salah penangkapan terulang
kembali, tampaknya tidak
memuaskan. Para perempuan itu sendiri secara umum menerima
situasi ini sebagai bahaya yang tak terelakkan dari perdagangan mereka, dan menerima nasib untuk
mengaku bersalah. Tidak diragukan lagi, ini menjelaskan tingkat representasi yang
sangat rendah. Namun, orang dapat memperkirakan apa hasilnya jika suatu percobaan serupa dengan yang dijelaskan oleh Donald Goff di kenakan dengan pelacur–pelacur di London. Goff melaporkan bahwa di Kota New York, di mana mabuk–mabukan di tempat
umum bukanlah
merupakan pelanggaran hukum, pecandu alkohol biasa di tuduhkan dengan “mengganggu ketertiban umum”, mereka tidak pernah diwakili, kasusnya jarang
dibela dan hampir 100 persen dijatuhi hukuman tinggal di rumah sosial beberapa
waktu. Sebagai percobaan, pengacara ditugaskan untuk menangani sekitar 1.400 kasus-untuk berdebat dari segi hukum, mabuk-mabukan tidak selalu menyebabkan gagguan
ketertiban umum. Hanya tujuh dari 1.400 orang diwakili yang terbukti bersalah. Akan menarik untuk mengetahui berapa proporsi gadis yang dituduhkan
dengan tuduhan mengajak akan terbukti bersalah, jika mereka diwakili pada skala ini.
Sementara
itu, enam belas dari delapan belas pelacur yang melakukan
pembelaan tidak konsisten mengakui perdagangan mereka, ada dua gadis berusia delapan belas dan sembilan belas tahun yang mengaku bersalah walaupun mereka membantah pernah di ajak dalam hidup mereka. Juga tidak memiliki keyakinan sebelumnya dalam bentuk apapun. Salah seorang berkata
bahwa polisi mengatakan kepadanya jika dia mengaku bersalah ia akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengakhiri
kasus ini. Dia menambahkan “mereka mengatakan itu pada semua orang, tetapi saya tidak tahu itu selanjutnya. Kasus yang lainnya adalah diuraikan di bawah ini.
Kasus 591 : seorang gadis berusia sembilan belas tahun tanpa pernah memiliki
penghukuman sebelumnya bergaul dengan teman-teman yang penjahat. Dia telah diperingatkan untuk tuduhan mengajak meskipun ia membantah (ke petugas masa percobaan, serta dua pewawancara yang berbeda dalam penyelidikan sekarang) bahwa ia pernah melakukan ini. Pada saat hari penangkapan, dia sedang berjalan dengan seorang yang dikenal sebagai pelacur dan keduanya dikenakan tuduhan. Dia mengatakan bahwa polisi mengancam akan menyerahkannya ke dalam tahanan penjara jika dia tidak mengaku bersalah. ‘Aku takut dan ingin ini segera selesai’. Dia mengaku bersalah dan kemudian diserahkan dalam tahanan untuk penyidikan medis. Sampai ia tiba di Holloway dia tidak tahu tentang sifat dari bantuan hukum. “Saya pikir itu adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk sesi kuartal saja”.
Dalam dua jenis pelanggaran lain khususnya yang berkaitan dengan pembelaan yang konsisten-menadah dan menjaga rumah bordil-terdakwa memerlukan nasihat tentang implikasi hukum atas suatu tuduhan dengan sangat jelas. Enam wanita yang mengaku bersalah atas tuduhan menadah mengatakan saat di wawancarai, bahwa mereka tidak mengetahui hal itu sampai polisi mengatakan kepada mereka, bahwa barang–barang itu adalah
hasil curian, tidak satupun yang menyadari bahwa ini menjadi alassan atas tuduhan
yang di kenakan pada mereka dan tidak satu pun dari mereka telah mendapatkan nasihat hukum. Demikian pula, lima perempuan (semua terwakili) yang menyangkal bahwa mereka telah terlibat dalam menjaga rumah bordil, belum mengaku bersalah atas tuduhan itu, tidak memahami unsur-unsur hukum dalam tindak pidana. Ini mungkin tampak cukup untuk orang biasa bahwa seseorang yang percaya dirinya tidak bersalah atas tuduhan menjaga
rumah bordil (atau meminta) dapat mengaku bersalah untuk pelanggaran seperti
itu, namun buktinya adalah bahwa terdakwa mungkin saja melakukannya jika dia percaya pembelaan
seperti itu menjadi sedikit lebih jahat daripada orang lain
yang membuatnya merasa terancam. Seorang wanita tanpa penghukuman
sebelumnya, ibu dari empat anak-anak
yang masih kecil–kecil, mengaku saat diwawancara bahwa dia bergaul dengan
siapa saja, tetapi menolak
sepenuhnya telah melakukan prostitusi, atau menjaga rumah bordil.
Pada tuduhan yang kedua, ia mengatakan bahwa ia telah diberi tahu di kantor polisi bahwa cara tercepat untuk
menyelesaikan kasus dan kembali ke anak-anaknya adalah jika ia mengaku bersalah, dan dia melakukannya. Setelah dikirim kembali ke Holloway (untuk laporan
medis) dia mencari bantuan hukum, dan mencoba, tanpa hasil, untuk mengubah pembelaanya. Wanita lain
tanpa penghukuman sebelumnya mengaku bersalah untuk
tuduhan menjaga rumah
bordil meskipun ia telah menyangkal, dia mengatakan bahwa polisi telah mengatakan padanya bahwa tidak perlu untuk menghubungi pengacara, karena kasus yang
dipertengkarkan hanya akan melibatkan skandal dan publisitas, sementara pengakuan bersalah akan memungkinkan dia untuk keluar
dari pengadilan dalam waktu lima menit.
Apapun keberatan yang di katakan
oleh perempuan dalam kasus ini, hal yang berulang–ulang muncul adalah pentingnya bagi orang yang dituduh untuk memperoleh nasihat hukum sebelum mengadakan
pembelaan. Meskipun dalam pengadilan terbuka terdakwa di tanyai apakah dia mengerti tuduhan yang di jatuhkan
padanya, dan diberi kesempatan untuk menempatkan kasusnya, temuan ini menunjukkan bahwa ini tidak
cukup. Orang yang telah di bujuk bahwa dia “secara hukum” bersalah, atau bahwa itu adalah untuk kepentingan dirinya mengaku bersalah atas tuduhan yang
telah disangkalnya, telah memaksanya membuat keputusan sebelum ia muncul di pengadilan.
Kesimpulan
Nampaknya di pengadilan yang lebih rendah pembelaan yang tidak konsisten menjadi masalah besar, sebagian berasal dari kurangnya nasihat hukum. Dua pertiga dari perempuan terwakili yang bertahan bahwa mereka tidak bersalah namun akhirnya mengaku bersalah, sementara di kalangan orang-orang yang diwakili, baik dalam pengadilan tinggi ataupun di pengadilan yang lebih rendah, persentase pembelaan yang tidak konsisten tidak lebih dari 15 persen.
Faktor
yang memberi sumbangan dalam pembelaan yang tidak konsisten tampaknya menjadi alasan bagi kecenderungan polisi untuk membujuk terdakwa mengaku bersalah, meskipun harus ditekankan bahwa hanya sebagian kecil tahanan yang disebutkan dalam kasus ini, dari 139 sampel perempuan yang mengatakan bahwa mereka tidak bersalah, 18 persen (26) mengatakan bahwa polisi telah berusaha membujuk mereka untuk mengaku bersalah, sedangkan dari lima puluh enam perempuan yang mengaku bersalah di pengadilan hakim meskipun mereka mengatakan bahwa mereka tidak bersalah, kurang dari sepertiga (tujuh belas) mengatakan persuasi polisi sebagai alasannya. Namun demikian, di antara mereka yang menyangkal bersalah dan mengatakan persuasi polisi, mayoritas-tujuh belas dari dua puluh enam-mengaku bersalah, perbandingannya tertinggi di antara pelaku pelanggaran pertama.
Hal
ini bukanlah masalah yang baru ; Masyarakat Hukum, dengan bukti-bukti yang mereka temukan untuk Royal Komisi Polisi tahun 1962, mengatakan “nasihat untuk mengaku bersalah terlalu mudah diberikan oleh petugas polisi dan menyarankan bahwa polisi jangan pernah harus mendiskusikan pembelaan dengan seorang terdakwa. Bukti dari National Association
of Probation Officers juga menarik perhatian terhadap masalah tersebut.
Sebuah keluhan yang serius biasanya di dapatkan oleh petugas pengawas, dan yang kami yakin memiliki landasan substansial, adalah bahwa ketika mempertanyakan pelaku yang dicurigai polisi mungkin menawarkan untuk “ memberi kata–kata
yang baik” atau
menunjukkan perlakuan lunak mungkin disarankan di pengadilan jika si pelaku akan mengakui pelanggaran dan mengaku bersalah. Hal ini dapat terjadi ketika pelaku tidak jelas menyadari sifat tuduhan yang di tuduhkan terhadapnya, mungkin menuju ke penghukuman
pelanggaran yang lebih serius daripada dimana suatu putusan telah di peroleh (atau mudah untuk di dapatkan) dalam kasus di pertengkarkan. Kami tidak memiliki keraguan dari kekuatan bukti anggota kami bahwa perbuatan telah berlangsung, namun secara halus itu dapat digunakan. Komisi Royal menerima bukti ini, dan mengatakan bahwa perbuatan harus tegas diperiksa oleh kepala polisi.
Karena masih ada masalah, mengenai apa yang bisa dilakukan ? Telah diberikan sejumlah saran atas pelecehan yang serupa juga dibahas oleh Komisi Royal –penggunaan metode-metode yang tidak dibenarkan oleh polisi demi untuk mendapatkan pernyataan dan pengakuan. Salah satunya adalah bahwa orang-orang independen, seperti hakim atau pengacara, harus hadir dalam interogasi polisi. Pembelaan Tidak konsisten, apakah sebagai respon atas persuasi polisi atau pun penyebab lainnya, pasti akan berkurang jika dapat dipastikan bahwa setiap orang yang dituduh memiliki kesempatan berbicara pada penasihat hukum sebelum memasuki pembelaan. Akibatnya, inilah yang terjadi dalam kasus-kasus yang di adili di depan pengadilan tinggi di mana pembelaan tidak konsisten bukan masalah yang signifikan. Jika hal yang sama terjadi di pengadilan yang lebih rendah, tidak hanya akan dapat dipastikan bahwa setiap orang yang telah dipengaruhi oleh persuasi polisi akan memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan saran yang independen, tetapi juga akan memastikan bahwa sebelum terdakwa memasuki ruang sidang, ia telah akan memiliki nasihat dari ahli atas sifat tuduhan, dan untuk kebutuhan bantuan hukum dalam menghadapi itu.
PENGARUH
DISKON HUKUMAN DALAM MENDORONG
PENGAKUAN
BERSALAH
Bahwa terdakwa biasanya mendapat beberapa pengurangan hukuman jika mereka mengaku bersalah adalah prinsip yang diterima dalam peradilan pidana Anglo-Amerika. Di negeri ini, tidak ada perdebatan nyata yang pernah dihasilkan dari prinsip ini dan mungkin akan dianggap, setidaknya di kalangan hukum, sebagai sesuatu hal yang aneh jika kita mempertanyakan ini atau bahkan memberi saran untuk menilai ulang tempat atas mana hal tersebut di dasarkan. Namun tidak ada satu pertimbangan lain yang meliputi seluruh cara kerja administrasi peradilan pidana atau kondisi semacam itu dan mengarahkan sifat pilihan terbuka untuk terdakwa. Memang, mungkin ini adalah wujud dari prinsip diskon hukuman yang terkenal itu yang sebagian besar menjelaskan mengapa hanya sekitar 4 persen dari semua mereka yang dituduh dengan tindak pidana dapat dituntut, dan karena itu memenuhi syarat untuk di adili oleh juri, sebenarnya sangat dicoba. Sebagian besar keputusan terdakwa, karena alasan yang sebagian besar hingga kini belum di selidiki oleh para peneliti di negara ini, untuk melupakan pengadilan juri dan mengaku bersalah.
Literatur Amerika yang sangat banyak
mengenai negosiasi pembelaan menunjukkan, setidaknya bahwa banyak perhatian
lebih yang harus dibayarkan atas pertemuan yang terjadi sebelum sidang
pengadilan formal, baik ketika terdakwa sedang diwawancarai oleh polisi atau
ketika dia sedang dinasihati oleh pengacaranya. Dalam
studi yang kami lakukan sendiri baru-baru ini
atas suatu kasus di Birmingham Crown Court, kami mewawancarai seorang
sampel dari 121 terdakwa yang pada tahap akhir telah mengaku bersalah, baik
untuk seluruh dakwaan sebagaimana adanya atau dakwaan kecil lain yang
menyertainya. Kepentingan kami dalam sampel terdakwa ini bahwa ia dapat memberi
keterangan atas praktek yang dikenal longgar
seperti “tawar-menawar pembelaan” itu. Dari sampel ini kami menemukan
proporsi yang sangat tinggi individu yang mengatakan bahwa mereka telah
merundingkan suatu upaya pembelaan.
Banyak yang mengatakan bahwa mereka telah mengambil beberapa tawaran dan menerima
janji dari hukuman tertentu sebagai imbalan karena mengaku bersalah, atau bahwa
mereka telah menerima pandangan dari pengacara mereka bahwa itu akan keliru
jika memperkarakan masalah ini di pengadilan dan lebih baik untuk mengaku
bersalah dan menerima-seperti yang di pahami oleh hampir semua terdakwa dalam
sampel-pengurangan hukuman yang cukup besar dan otomatis sebagai hasilnya.
Dalam proses wawancara dengan terdakwa tersebut, kita dikejutkan oleh
pengaruh yang menentukan penurunan hukuman, baik yang nyata atau yang
diasumsikan oleh mereka. Posisi hukum atas pertanyaan ini sangat jelas : dalam
kasus-kasus yang tepat pengadilan dapat lebih lunak dalam menangani terdakwa
yang mengaku bersalah ketika hal ini menunjukkan indikasi dari penyesalan atas
perbuatan yang dilakukan, tetapi hukuman yang lebih berat tidak pernah
dibenarkan hanya karena terdakwa mengaku tidak bersalah. Jadi di Harper, pengadilan banding mengurangi lima
tahun hukuman untuk seorang penadah hingga tiga tahun karena pernyataan
tertentu oleh hakim yang menjatuhkan hukuman kepada mereka, dan berkata :
Pengadilan ini merasa bahwa sangat tidak layak untuk menggunakan bahasa yang
menunjukkan bahwa terdakwa dijatuhi hukuman karena dia telah mengaku tidak
bersalah atau karena ia telah membuat upaya pembelaan dengan cara tertentu.
Meskipun demikian, adalah tepat untuk memberikan terdakwa hukuman yang lebih
ringan jika ia telah menunjukkan penyesalan yang sungguh–sungguh antara lain
dengan mengaku bersalah.
Jika pelaku adalah benar-benar menyesal, maka wajar jika hakim akan
menganggap ini sebagai suatu alasan untuk mengubah hukuman. Hal ini dapat
dipertahankan dengan alasan, misalnya bahwa terdakwa seperti itu memerlukan
hukuman yang lebih rendah untuk merubah diri karena dia sudah berubah atau
bahwa ia sudah sebagian dihukum oleh rasa penyesalan. Meskipun benar untuk
mengatakan bahwa bukti penyesalan kadang-kadang datang dari laporan penyelidikan sosial atau
dalam kata–kata nasihat dalam mitigasi, memang pengadilan tidak biasanya
menyelidiki adanya penyesalan dan pertobatan. Salah satu indikasi dari hal ini
adalah fakta bahwa tergugat yang mengaku bersalah di pengadilan mahkota ini
hampir tidak pernah ditanyai oleh hakim
apakah ia ingin mengatakan sesuatu sebelum hukuman di jalankan. Kesimpulan yang
kita ambil dari ini adalah bahwa pengakuan bersalah itu sendiri umumnya diambil
oleh pengadilan sebagai suatu bukti penyesalan yang kuat, jika tidak konklusif.
Akan tetapi, tidak dapat diragukan bahwa jika pengadilan terlibat dalam penyelidikan
pencarian lebih jauh dalam kasus-kasus yang kami periksa, mereka akan jarang
yakin bahwa terdakwa benar-benar menyesal. Sebagian
besar terdakwa yang kita ajak berbicara menganggap bahwa mereka telah menerima
pengurangan hukuman berdasarkan fakta bahwa mereka telah mengaku bersalah,
tetapi sangat sedikit dari mereka yang beralasan berpura-pura selama wawancara
bahwa mereka menyesali keterlibatan mereka dalam pelanggaran yang di tuduhkan.
Memang, lebih dari setengah dari mereka protes, dengan berbagai tingkat
semangat dan kredibilitas, beberapa minggu setelah kasus mereka telah
diputuskan, bahwa mereka sebenarnya tidak bersalah, seluruhnya atau sebagian
atas tuduhan yang telah mereka akui bersalah. Sisanya mungkin setengah
menunjukkan beberapa derajat penyesalan ; sebagian besar malah pahit, sinis atau marah atas apa
yang mereka pandang sebagai sebuah sandiwara belaka di mana mereka telah
berpartisipasi di dalamnya.
Alasan para terdakwa memutuskan untuk mengaku bersalah banyak dan kompleks,
tetapi benang merah di antara mereka adalah bahwa dalam kebanyakan kasus
dorongan pengurangan hukuman di anggap mengikuti pengakuan bersalah. Ini adalah
salah satu faktor yang sangat mewarnai ketika pengacara memberikan nasihat pada
klien mereka tentang pembelaan. Hampir tanpa terkecuali, terdakwa dalam
sampel mengatakan mereka telah diberitahu oleh pengacara bahwa mereka akan jauh
lebih mungkin untuk menerima hukuman lebih berat jika mereka tidak berhasil
memenangkan masalah tersebut. Dua contoh berikut menunjukkan efek nasihat dari
nasihat–nasihat seperti itu.
Kasus 137 : Saya
mengikuti saran pengacara dan mengaku bersalah, meskipun saya ingin terus melanjutkan kasus ini dan mengaku tidak
bersalah. Dia berkata bahwa jika juri menemukan saya bersalah, saya akan dihukum
untuk waktu dua atau tiga tahun, anda mengerti . Dia mengatakan bahwa saya akan
mendapatkan dua tahun penangguhan (hukuman) jika saya mengaku bersalah. Dia bertanya apakah saya adalah seorang penjudi besar
atau tidak. Saya katakan padanya saya bukan itu dan dia berkata, “itulah yang
mesti kamu lakukan, saya punya ide bagus atas apa yang saya maksud berjudi itu,
saya tidak punya banyak peluang, cara yang di lakukannya. saya tidak suka mengaku bersalah sama sekali
tetapi saya lakukan apa yang menurutnya terbaik dan mengaku bersalah atasa
sesuatu yang tidak pernah saya lakukan. Saya
pikir saya tidak punya banyak pilihan di dalamnya.
Kasus 147 :
pengacara mengatakan jika Anda mengaku tidak bersalah dan Anda di ketahui
bersalah, Anda akan di hukum tiga atau
empat tahun (di penjara). Jika Anda mengaku bersalah, Anda akan dapatkan
sekitar 18 bulan sampai dua tahun. (Terdakwa akhirnya menerima 21 bulan). Ia
berulang kali mengatakan apa yang akan terjadi dalam kata-kata sebanyak itu .
Dia mengatakan, itu terserah Anda, kami dapat melakukan banyak hal dengan
mereka (penuntut) jika Anda mengaku bersalah atas tuduhan pemerkosaan itu . Ia
lebih kurang menasihati saya untuk mengaku bersalah. Dia berkata, ‘Anda tahu sendiri apa yang disukai oleh hakim ini untuk tindak pidana kekerasan : ia adalah pemain domino, hukumannnya sekitar
tiga atau lima tahun.
Karena telah hampir tidak ada perdebatan
tentang kelayakan diskon hukuman di negeri ini, sekalipun atas pengaruh yang
mendorong dari sifat saran yang diberikan penasihat kepada kliennya, Kami mencoba untuk
menilai sejauh mana pemberian diskon
kepada terdakwa yang mengaku bersalah dan untuk mengetahui seberapa jauh
faktor utama yang menyebabkan terdakwa untuk mengaku bersalah lebih dari sekedar
kenyataan yang dirasakan. Dalam percakapan kami dengan anggota peradilan, kami
semakin mengetahui spektrum pandangan
dalam pertanyaan ini. Beberapa hakim bahwa
menganggap pengurangan mungkin setengah atau sepertiga dari hukuman apa pun
dikenakan sebagai imbalan yang adil dalam banyak kasus untuk sebuah pengakuan
bersalah ; yang lain melihat bahwa pengurangan dalam hukuman semata-mata
tergantung pada bukti penyesalan dari terdakwa yang di akui sebagai
suatu kejadian yang cukup luar biasa. Tidak ada
hakim yang pernah kita tanyai yang
menunjukkan bahwa setiap pertambahan dalam hukuman diperbolehkan mengikuti
suatu pembelaan tidak bersalah dan
seperti dicatat sebelumnya, Pengadilan Banding telah berulang kali menekankan
hal ini. Namun, mudah untuk memahami mengapa terdakwa sering menganggap
alasan semacam ini sebagai sesuatu yang
tidak berarti. Sejauh yang kita tahu, perbedaan hukuman dilihat oleh hampir
semua terdakwa sebagai hukuman yang dikenakan pada mereka yang tidak berhasil
dalam memenangkan kasus mereka.
Berbagai tes telah digunakan oleh penulis Amerika dari waktu ke waktu untuk
menilai sejauh apa diskon hukuman untuk sebuah pengakuan bersalah. Akan
tetapi, hasil yang di peroleh
sampai saat ini adalah tidak meyakinkan. Beberapa penelitian telah menemukan
pengurangan substansial, yang lain tidak menemukan apapun, tetapi mentahnya
pengukuran yang digunakan, serta kegagalan penulis bahkan untuk memperhitungkan
faktor kompleks yang jelas (seperti catatan pidana terdakwa yang bersangkutan),
mungkin membuat sebagian besar perbandingan tidak memiliki arti. Pada
dasaranya, pengujian yang kami rancang untuk menilai sejauh mana pengurangan hukuman mengikuti pengakuan
bersalah adalah sederhana. Kami mengambil sampel 150 permohonan terdakwa yang
terlambat mengubah pembelaaanya (sampel yang sama yang membentuk dasar “Keadilan
Negosiasi”, Baldwin dan Mc Conville,
1977) dan mencocokkan mereka, secara kelompok berdasarkan beberapa kriteria
yang relevan dengan hukuman, dengan dua sampel yang terpisah (baik dalam jumlah 150) dari terdakwa. Satu sampel
yang terakhir adalah terdakwa yang
mengaku tidak bersalah di pengadilan Crown
Birmingham dan kemudian dihukum, yang lainnya bisa disebut mengaku bersalah
langsung, yaitu mereka yang mengaku bersalah di pengadilan, dan telah
memutuskan untuk melakukannya jauh hari sebelum persidangan. Kriteria yang
digunakan untuk mencocokkan ketiga sampel adalah sebagai berikut :
1. Seks
2. Usia
3. Kategori pelanggaran
4. Jumlah pengadilan catatan kriminal
5. Catatan kriminal terdakwa
6. Lamanya waktu yang dihabiskan di penjara
2. Usia
3. Kategori pelanggaran
4. Jumlah pengadilan catatan kriminal
5. Catatan kriminal terdakwa
6. Lamanya waktu yang dihabiskan di penjara
Ketiga sampel yang digunakan termasuk jumlah perempuan yang
sama, individu-individu dari usia yang sama, pengalaman kriminal dan
sejenisnya. Dengan kata lain, kami telah berusaha untuk mengendalikan
faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi
beratnya hukuman yang dijatuhkan. Setelah mengendalikan faktor-faktor ini, kami
menyimpulkan bahwa setiap variasi dalam pola hukuman antara tiga kelompok bisa
dihubungkan dengan pembelaan berbeda yang ditawarkan oleh terdakwa yang
bersangkutan. Hipotesis kami berusaha untuk menguji ketiga kelompok tersebut
dimana mereka yang dihukum setelah pembelaan tidak bersalah akan menerima
hukuman paling berat karena mereka akan dibatalkan, berdasarkan permintaan
mereka, pengurangan hukuman yang mungkin mereka akan dapatkan. Seperti di
antara kelompok yang mengubah pembelaanya belakangan dan kelompok yang mengaku
bersalah langsung, ada dua kemungkinan. Sebagaimana ditunjukkan di atas, banyak
dari kelompok yang di sebutkan tadi akan
telah mengaku bersalah hanya setelah mereka mencapai tawar-menawar hukuman yang
menguntungkan atau jika tidak (misalnya mengaku bersalah hanya untuk mengurangi
tuntutan) diambil dari penuntutan konsesi yang mungkin akan memiliki efek pengurangan hukuman. Jika klaim ini tidak benar, kita telah menduga bahwa
hukuman mereka akan menjadi sama dengan yang dalam kasus pengakuan bersalah
langsung. Di sisi lain, jika diklaim telah dilakukan tawar–menawar dan diambil
konsesi seperti yang dijelaskan terdakwa, maka kita berharap bahwa ini
tercermin dalam hukuman yang lebih ringan (kurang keras) dari yang dijatuhkan
kepada kelompok yang mengaku bersalah langsung. Variasi dalam hukuman menurut
pembelaan dengan jelas mendukung hipotesis terakhir. Hal ini menunjukkan
dengan jelas bahwa terdakwa yang kalah dalam kasus jauh lebih kecil
kemungkinannya dibandingkan dengan dua kelompok yang lainnya untuk menerima hukuman non-penahanan. Dari ketiga kelompok
tersebut, terdakwa yang belakangan mengubah
pembelaanya menerima diskon hukuman yang paling sedikit dan sangat kecil kemungkinannya dibandingkan dengan dua kelompok lain untuk menerima
hukuman penahanan. Variasi dalam
pola hukuman mendukung hipotesis bahwa
perbedaan dalam pembelaan secara signifikan mempengaruhi hukuman yang diterima,
dan memberikan bukti lebih lanjut bahwa negosiasi penyelesaian pembelaan ternyata memang terjadi pada para
terdakwa dalam kelompok yang dijelaskan ini.
Selanjutnya, ketika kita
memeriksa lamanya hukuman penjara yang dikenakan
pada masing–masing dari ketiga kelompok
ini, jelas bahwa banyak dari mereka yang mengaku tidak bersalah dan di jatuhi hukuman dikirim ke penjara dalam jangka waktu yang lama.
Hasil yang disajikan ini bertentangan dengan pendapat bahwa ada diskon hukuman langsung (untuk mengatakan, setengah
dari hukuman) untuk sebuah pengakuan bersalah. Jelaslah bahwa, bagi banyak
orang, bentuk hukuman akan sangat berbeda jika kasus tidak berhasil
dimenangkan. Kenyataannya banyak dari mereka
yang mengajukan perkaranya
menerima hukuman penjara dari
pada dengan kasus yang tidak dapat di menangkan oleh dua kelompok lainnya, jika
analisis kami benar, akan
dapat dijelaskan kecuali dalam istilah tawaran pembelaan. Ini sama sekali tidak mengejutkan, kemudian, bahwa
diskon hukuman seperti itu merupakan suatu dorongan yang sangat kuat bagi hampir semua terdakwa untuk mengaku bersalah.
Kami telah berulang kali memperdebatkan bahwa jenis pengurangan
hukuman yang banyak terdakwa harapkan jika mereka mengaku bersalah mungkin akan
merupakan dorongan yang begitu kuat sehingga bahkan orang yang tidak bersalah
merasa bijaksana untuk mengaku bersalah. Seperti yang kita lihat, argumen pokok
terhadap prinsip diskon hukuman yang terkenal itu adalah bahwa dorongan yang
ditawarkan mengena pada semua terdakwa, kepada yang bersalah maupun yang tidak
bersalah. Selanjutnya, diskon yang paling besar,
atau lebih tepatnya, diskon yang diharapkan untuk sebuah pengakuan bersalah, semakin besar
risiko bahwa terdakwa yang tidak bersalah akan mengaku bersalah. Dalam proses
wawancara yang kami lakukan sendiri,
kami telah yakin bahwa terdakwa tertentu dalam sampel mengaku bersalah
meskipun ia tidak bersalah atas tuduhan yang mereka hadapi. Akan
salah jika kita menyatakan bahwa hal ini sering terjadi
di negeri ini, tetapi kenyataan bahwa hal tersebut memang benar terjadi
mengharuskan kita untuk merenungkan pembenaran untuk pemberian beberapa
pengurangan hukuman yang signifikan kepada mereka yang mengaku bersalah.
Kami akan menganggap bahwa, kecuali dalam kasus yang relatif jarang terjadi
di mana terdakwa menunjukkan penyesalan yang sungguh–sunguh, tidak ada
pembenaran hukum atas perbedaan besar dalam hukuman sesuai dengan tawar-
menawar pembelaan. Dari hal tersebut di atas kita mencatat bahwa, setidaknya yang berkaitan dengan terdakwa yang belakangan
mengubah pembelaannya, manifestasi dari penyesalan atau penyesalan yang dalam
penilaian kami, sangat jarang terjadi.
Seperti yang telah dikatakan dengan tepat oleh seorang penulis, bahwa “seorang
hakim yang acapkali menerima ungkapan penyesalan menimbulkan kebijakan hukuman
diferensial mungkin memiliki pandangan yang terlalu murah hati atas sebuah
penyesalan.
Pembenaran lain telah dikemukakan oleh beberapa komentator, meskipun tidak
satu pun tampaknya memberi kita alasan
yang cukup untuk menjamin dari pada sekedar pengurangan hukuman minimal. Argumen
mengenai hukuman yang diferensial (selain pertanyaan tentang penyesalan)
mempunyai dua bentuk utama, pertama, keyakinan bahwa mereka yang mengaku tidak
bersalah yang telah dihukum akan menyebabkan tekanan yang tidak perlu pada
saksi dan sebagai akibatnya akan
mengutuki dirinya sendiri, dan kedua, sebuah pertimbangan administrasi, bahwa
terdakwa yang kalah dalam kasus akan menyebabkan pengadilan harus menghukumnya
karena telah membuang-buang waktu di pengadilan dengan biaya publik yang sangat
besar. Namun demikian, kedua argumen ini mudah dipertahankan. Seperti pada awalnya, kurangnya ketelitian yang tak
terelakkan dalam persidangan oleh hakim
membuat hal–hal semacam itu berbahaya. Analisis awal dari hasil
penelitian kami terhadap hasil pengadilan hakim di Birmingham Crown Court menunjukkan
bahwa penghukuman atas terdakwa yang tidak bersalah adalah kejadian yang
sering terjadi dibandingkan dengan apa
sekarang ditunjukkan oleh peneliti atau komentator lainnya. Argumen kedua
adalah berlaku hukum yang kebenaraannya diragukan, yang berdasar pada
persyaratan administrasi birokrasi pengadilan dan hanya memiliki sedikit
relevansi dengan pertanyaan tentang keadilan. Ini adalah hal yang biasa
untuk berbicara tentang hak di adili oleh juri dan hak untuk meminta penuntutan
untuk membuktikan kasus yang kebenarannya tidak diragukan. Entah ini adalah hak atau bukan hak mereka, dan jika
itu adalah hak, pada prinsipnya itu tidak dapat dipertahankan bahwa setiap
terdakwa dikenakan sejumlah denda tambahan semata-mata karena tuntutan kasus
dapat dibuktikan. Sekarang juga mungkin bahwa sumber daya pengadilan sepertinya
membutuhkan beberapa disinsentif besar
bagi terdakwa yang ingin diadili oleh hakim.
Seperti dikatakan Profesor Cross
: Sistem
persidangan tindak pidana kriminal di Inggris
akan terhenti jika semua orang yang di dakwa dengan
suatu tindak pidana di Pengadilan Besar mengaku tidak bersalah. Sangat tidak
mungkin bahwa prospek pengurangan hukuman akan menyebabkan terdakwa yang tidak
bersalah akan mengaku bersalah, dan perlu pahami itu hanya merujuk pada mereka
yang di dakwa bersalah, seperti yang dikatakan dalam pengadilan. Dalam R.v. de Habn, “jelas untuk kepentingan umum”.
Namun, suatu sistem peradilan yang mentah hanya di dasarkan pada
penghargaan dan dis-insentif tidak dapat secara akurat membedakan antara orang
yang salah dengan yang tidak bersalah dan kami tidak melihat bagaimana kita
bisa melakukan pemotongan hukuman, seperti dikatakan Cross, “memahami untuk hanya merujuk kepada orang yang terdakwa
bersalah”. Yang benar adalah bahwa perdebatan diantara para pengacara atas pertanyaan
ini cenderung jujur.Apa yang sedang terjadi pada satu situasi dianggap seluruhnya
layak diselenggarakan dalam situasi lain
patut dipuji. Perhatikan ilustrasi berikut:
Kasus A: terdakwa diwawancarai di kantor polisi
Detektif:
anda tidak mempunyai kesempatan lagi saat kasus anda tiba di pengadilan. Ini akan menghemat waktu
jika Anda mau membuat pernyataan bahwa anda mengakui kesalahan.
Tergugat:
akankah Anda bisa memberi saya jaminan jika saya lakukan itu?
Detektif: ya
Tergugat: baiklah,
akankah anda mau menuliskan surat jaminan untuk saya?
Kasus B : seorang terdakwa diwawancarai sebelum
sidang di Pengadilan Crown
Penasihat pembela: bukti yang menyudutkan Anda sangat luar biasa. Saya menyarankan Anda untuk mengaku bersalah, dan Anda akan mendapatkan hukuman yang lebih pendek karena anda telah menghemat waktu pengadilan.
Penasihat pembela: bukti yang menyudutkan Anda sangat luar biasa. Saya menyarankan Anda untuk mengaku bersalah, dan Anda akan mendapatkan hukuman yang lebih pendek karena anda telah menghemat waktu pengadilan.
Tergugat: Baiklah
jika anda mau membantu saya untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan.
Kasus A :
Pada sidang Pengadilan Mahkota
Penasihat
pembela: Klien saya telah dibujuk untuk membuat pengakuan dengan jaminan yang
dijanjikan.
Hakim:
pengakuan tersebut dapat diterima sebagai bukti. Perilaku petugas polisi dalam
membuat janji adalah tercela dan tindakannya harus dibawa ke pemberitahuan dari
pihak berwenang sehingga tindakan disiplin dapat diambil.
Kasus B :
Pada sidang Pengadilan Mahkota
Penasihat
pembela: Dengan cara mitigasi, saya meminta perhatian Yang Mulia pada fakta
bahwa klien saya telah mengaku bersalah dan dengan demikian menghindari sidang
berlarut-larut.
Hakim:
Dalam menjatuhkan hukuman, saya mempertimbangkan bahwa terdakwa, tidak ada
keraguan setelah menerima nasihat, telah sangat layak mengubah pembelaanya pada satu kesalahan.
Mungkin bagi pengacara untuk tidak menemui kesulitan dalam membenarkan
komentar dari para hakim di atas, meskipun orang lain mungkin menemukan logika
perbedaan meyakinkan. Seorang awam mungkin bisa dimaafkan bila berpikir bahwa
detektif yang bersangkutan telah melakukan pelayanan publik yang lebih besar
dengan menghemat waktu bahkan lebih dari pembela. Jika pengurangan hukuman
untuk pengakuan bersalah secara administratif dibutuhkan, mestinya dalam
pandangan kita, dinyatakan dengan
sejelas mungkin dan tidak disamarkan
dalam permainan kata-kata hukum yang
dapat meyakinkan bagi pengacara tapi dipandang oleh orang lain tidak boleh dan
penuh kemunafikan.
Sumber : Buku Criminal Justice.