KONFIGURASI TEORI NEGARA HUKUM
Pemikiran
tentang negara hukum berkembang di berbagai belahan dunia baik di Eropa
kontinental dengan sistem hukum civil law
dikenal dengan istilah rechtsstaat,
maupun di Inggris dan Amerika dengan sistem hukum common law yang dikenal dengan istilah rule of law. Kedua gagasan negara hukum tersebut walaupun mempunyai
perbedaan dalam hal sistem hukum yang menopanngnya, namun mempunyai jiwa dan
semangat pada tujuan yang sama yaitu membatasi kekuasaan agar tercapai
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Selain rechtstaat dan rule of law, dalam perkembangannya juga terdapat konsep negara
hukum lain seperti sosialis legality sebagai
varian dari civil law system yang
diimplementasikan di negara-negara sosialis-komunis, religy legality yang juga dikenal dan masih berlaku di beberapa
negara di belahan dunia seperti nomokrasi
atau negara hukum Islam.[1]
a. Rechtsstaat
Istilah rechtsstaat pertama kali muncul di Eropa
pada Abad ke-19 yang dikenalkan oleh Rudolf Von Gneist pada tahun 1857, seorang
guru besar di Berlin Jerman yang dituangkan dalam bukunya Das englische Verwaltunngerechte yang digunakan untuk istilah rechtsstaat untuk menunjuk pemerintahan negara Inggris,
walaupun sebenarnya konsepsi negara hukum sudah dicetuskan sejak Abad ke-17 di
negara-negara Eropa Barat bersama-sama dengan timbulnya perjuangan terhadap
kekuasaan yang tidak terbatas dan absolut dari para penguasa (raja). [2]
Ciri-ciri Rechtstaat klasik mempunyai empat asas
yaitu : [3]
1. Asas yang berasal dari elemen atau unsur demokrasi adalah asas
legislasi (legislation). Artinya,
kedudukan masyarakat sispil harus diatur dengan undang-undang yang dibuat oleh
parlemen yang dipilih secara demokratis.
2. Asas legalitas, artinya, pemerintah harus berperilaku atau
bertindak berdasarkan peraturan umum yang ditetapkan oleh parlemen (acts of Parliament) dan pemerintah tidak
boleh bertindak dengan instrumen diskresi atau wewenang bebas.
3. Asas kekuasaan kehakiman yang merdeka atau prinsip peradilan yang
independen (independence judiciary).
Artinya, peradilan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan
legislatif.
4. Asas yang berasal dari unsur negara hukum, yakni asas-asas
perlindungan hak-hak sipil, khususnya hak-hak sipil klasik, seperti kebebasan
berbicara, kebebasan pers, kebebasan berkumpul, dan berserikat.
Philipus
M. Hadjon mengemukakan bahwa berdasarkan pada prinsip-prinsip liberal,
ciri-ciri pokok Rechtsstaat sebagai
berikut : [4]
a). Adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
b). Adanya pembagian kekuasaan negara yang meliputi kekuasaan
pembuat undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas
yang tidak hanya menangani sengketa antara individu dan rakyat tetapi juga
antara penguasa dan rakyat, dan pemerintahan yang tindakannya pada
undang-undang;
c). Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Sudargo
Gautama menyebutkan ciri rechtsstaat antara
lain : [5]
a). Terdapat pembatasan kekuasaan negara kepada perorangan,
pembatasan dilakukan oleh hukum;
b). Pelanggaran atas hak-hak individu hanya boleh atas dasar aturan
hukum (asas legalitas);
c). Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia
(hak-hak kodrat)
d). Adanya pemisahan kekuasaan;
e). Badan peradilan yang tidak memihak.
Frans
Magnis Suseno mengemukakan ciri rechtsstaat
yakni : [6]
a). Asas legalitas;
b). Kebebasan/kemandirian kekuasaan kehakiman;
c). Perlindungan hak asasi manusia;
d). Sistem konstitusi hukum dasar.
Syarat-syarat
utama rechtsstaat yaitu : [7]
1. Asas legalitas, yaitu setiap tindakan
pemerintah harus didasarkan atas dasar peraturan perundang-undangan;
2. Pembagian kekausaan, syarat ini mengandung
makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan;
3. Hak-hak dasar, hak dasar merupakan sasaran
perlindungan hukum bagi rakyat, dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentuk
undang-undang;
4. Tersedianya saluran melalui pengadilan
yang bebas untuk menguji tindak pemerintah.
b. Rule of Law
Konsep rule of law pada awalnya tumbuh dan
berkembang di negara-negara yang menganut common
law system seperti Inggris dan Amerika, yang menerapkan rule of law sebagai perwujudan dari
persamaan hak, kewajiban dan derajat di depan hukum yang dilandasi pada
nilai-nilai hak asasi manusia, di mana setiap warga negara dianggap sama di
hadapan hukum dan dijamin hak-haknya melalui sistem hukum yang berlaku dalam
negara. Inti rule of law adalah terciptanya tatanan keadilan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, di mana masyarakat bisa memperoleh kepastian hukum,
rasa keadilan, rasa aman, dan jaminan atas hak-hak asasinya.[8]
Salah satu
makna dari rule of law adalah adanya
pembagian kekuasaan penyelenggaan negara melalui hukum. Hal ini untuk mencegah
kekuasaan berada dalam satu tangan dan tidak dibatasi maka akan terjadi
penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa yang akan mengakibatkan terjadinya
kesewenang-wenangan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. [9]
Rule of law menurut A.V. Dicey mengandung
tiga unsur pokok, yaitu : [10]
1. Supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbritary power dan meniadakan kesewenang-wenangan prerogative atau
discretionary authority yang datang
dari pemerintah;
2. Persamaan di depan hukum atau penundukan yang sama dari semua
golongan kepada ordinary law of the land
yang dilaksanakan oleh ordinary court
ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik perorangan
maupun pejabat negara berkewajiban untuk mentaati hukum, tidak ada peradilan
administrasi;
3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa konstitusi bukanlah sumber,
tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan
ditegaskan oleh peradilan, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan
peradilan dan parlemen sedemikian rupa, diperluas sehingga membatasi posisi crown dan pejabat-pejabatnya.
E.C.S. Wade
& G. Philips mengetengahkan tiga unsur pokok rule of law yaitu : [11]
1. Rule of law merupakan
konsep filosofis yang dalam tradisi barat berkaitan dengan demokrasi dan
menentang ortokrasi;
2. Rule of law merupakan
hukum bahwa pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum;
3. Rule of law merupakan
kerangka pikir politik yang harus dirinci lebih jauh dalam peraturan-peraturan
hukum baik hukum substantif maupun hukum acara.
Berry M.
Hager, memperluas unsur-unsur rule of law
dengan menawarkan inti dari elemen-elemennya sebagai berikut : [12]
1. Constituonalism (konstitusionalisme);
2. Law governs the
government (hukum yang mengatur pemerintahan);
3. An independent judiciary (independensi
peradilan);
4. Law must be fairly and
consistently applied (hukum harus diterapkan secara jujur dan konsisten);
5. Law is transparent and
acessable to all (hukum transparan dan dapat diakses oleh semua orang);
6. Application of the law is
efficient and timely (penerapan hukum tepat waktu dan tepat guna);
7. Property and economic
rights are protected, including contract (hak milik dan hak ekonomi
termasuk kontrak dilindungi);
8. Human and intelectual
rights are protected (hak asasi manusia dan hak intelektual dilindungi);
dan
9. Law can be changed by an
estabilished process which it self is transparent and accessable to all (hukum
dapat diubah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan secara transparan dan dapat
diakses oleh semua orang).
H.W.R Wade
mengindentifikasi lima aspek rule of law,
yaitu : [13]
a. Semua tindakan pemerintah harus menurut hukum;
b. Pemerintah harus berperilaku di dalam suatu bingkai yang diakui
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang membatasi kekuasaan
diskresi;
c. Sengketa mengenai keabsahan (legality) tindakan pemerintah akan diputuskan oleh pengadilan yang
murni independen dari eksekutif;
d. Harus seimbang (eve-handed)
antara pemerintah dan warga negara; dan
e. Tidak seorangpun dapat dihukum kecuali atas kejahatan yang
ditegaskan menurut undang-undang.
1. Negara memiliki hukum yang adil.
2. Berlakunya prinsip distribusi kekuasaan.
3. Semua orang, termasuk penguasa Negara
harus tunduk kepada hukum.
4. Semua orang mendapat perlakuan yang sama
dalam hukum.
5. Perlindungan hukum terhadap hak-hak
rakyat.
c. Socialist Legality
Konsep socialist legality atau konsep negara
hukum sosialis banyak dianut oleh negara-negara sosialis komunis, seperti eks
Uni Soviet dan bebeberapa negara komunis lainnya di Amerika Latin dan sebagian
Asia yang hingga saat ini masih tetap eksis.[15]
Paham socialist legality bersumber
pada paham komunisme yang menempatkan hukum sebagai alat untuk mewujudkan
sosialisme dengan mengabaikan hak-hak individu. Kepentingan kolektif lebih
diutamakan, sehingga hak-hak individu harus melebur dalam tujuan sosialisme.
Selain bersifat sekuler sekaligus atheis, paham socialist legality sangat anti terhadap nilai-nalai yang bersifat
transendental. [16]
Kelahiran
konsep socialist legality mempunyai
latar belakang politis untuk mengimbangi perkembangan konsep rule of law yang dipelopori oleh
negara-negara anglo saxon. Dalam socialist legality ada suatu jaminan
konstitusional tentang propaganda anti Tuhan dan agama yang merupakan watak
dari negara komunis/sosialis yang diwarnai oleh doktrin komunis bahwa agama
adalah candu bagi rakyat. Jaroszinky mengemukakan bahwa konsep socialist legality menempatkan hukum
dibawah sosialisme, hukum sebagai alat untuk mencapai sosialisme, hak
perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip-prinsip sosialisme, meskipun hak
tersebut patut mendapat perlindungan. [17]
Unsur-unsur sebagai penanda socialist legality yaitu : [18]
1. Perwujudan sosialisme;
2. Hukum sebagai alat politik di bawah ideologi sosialis; dan
3. Pengutamaan kewajiban kepada negara daripada perlindungan
hak-hak asasi manusia.
Dalam konsep
negara hukum socialist legality, meskipun
secara konstitusional, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas,
namun pratiknya demi kepentingan sosialisme, hakim tunduk pada kebijakan
rahasia dari penguasa atau perintah pejabat-pejabat partai yang memegang tampuk
pemerintahan. Demikian halnya dalam kehidupan ekonomi maupun politik rakyat
yang terkekang oleh kebijakan pemerintah demi kepentingan sosialisme. [19]
Omar Seno Adji
mengindentifikasi beberapa konsep socialst
legality sebagai berikut : [20]
1). Adanya perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan warga negara.
Perlindungan ini terutama diberikan kepada kaum buruh;
2). Berkaitan
dengan kebebasan (freedom) dan
tanggung jawab (responsibility) socialist legality lebih mendahulukan responsibility ketimbang freedom;
3). Adanya
pemisahan secara tajam antara negara dan gereja;
4). Adanya kebebasan kekuasaan kehakiman yang diatur secara tegas
dalam konstitusi;
5). Larangan terhadap berlakunya pidana secara retroaktif atau
retrospektif;
6). Kebebasan pers dimaknai sebagai kebebasan untuk mengkritik kaum
kapitalis maupun kaum borjuis;
7). Hukum dimaknai sebagai alat untuk mencapai sosialisme, posisi
hukum adalah subornasi terhadap sosialisme.
d. Religy Legality
Konsep
negara agama bersumber dari doktrin bahwa dunia diatur oleh hukum Tuhan yang tergambar
dari tatanan dan keteraturan kehidupan sosial, merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kepercayaan bahwa Tuhan telah menciptakan dunia berdasarkan
kehendaknya. Dalam konsep ini manusia dilihat sebagai bagian dari tatanan
kosmis, peraturan-peraturan dilihat sebagai suatu hal yang merupakan kehendak
keputusan hukum yang ditetapkan dari langit yang sudah ada sebelum ada kehendak
dari manusia. Aturan tersebut menggambarkan apa yang terjadi sekaligus
menetapkan apa yang seharusnya terjadi. [21]
Konsep
negara agama di Eropa di mulai pada masa abad pertengahan dipelopori oleh
seorang Filsuf Kristiani bernama Thomas Aquinas yang memiliki pandangan
Thomistik dengan mempostulatkan bahwa hukum alam merupakan bagian dari hukum
Tuhan yang dapat diketahui melalui nalar manusia. Thomas Aquinas membagi hukum
dalam empat golongan yaitu lex externa,
lex naturalis, lex divina dan lex humana. Lex externa adalah hukum dari keseluruhan yang berakar dari Tuhan.
Hukum abadi adalah kebijaksanaan atau rencana abadi dari Tuhan berkenaan dengan
penciptaan alam semesta dengan segala isinya, yang tunduk dan harus berjalan
sesuai dengan apa yang digariskan oleh hukum abadi. Pemikiran keagamaan ini
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan konsep yang mendasari pandangan
negara. [22]
Negara
hukum yang dikehendaki oleh Islam agar hukum ditegakan tanpa memandang orangnya
berdasarkan perasaan dan kejujuran. Islam telah mengambil ketetapan bahwa
hukumlah yang harus berkuasa setinggi-tingginya dalam negara. Menurut Islam,
negara yang tidak berdasarkan hukum adalah negara yang anti ketuhanan, negara
zalim yaitu negara diktator, otokrasi yang berlaku sewenang-wenang, negara
fasik yaitu negara anarki dan tidak teratur di mana pemerintahannya tidak
sanggup menjamin kemanan rakyatnya. [23]
Berkaitan
dengan pandangan negara hukum menurut Islam, Ibnu Kaldun mengemukakan pendapat
berkaitan dengan negara hukum bahwa dalam mulk
siyasi terdapat dua macam bentuk negara hukum berdasarkan pelaksanaan hukum
Islam (syariah) dan hukum sebagai hasil pemikiran manusia dalam kehidupan
negara, yaitu pertama Siyasah diniyah (nomokrasi
Islam), di mana baik syariah maupun hukum yang didasarkan pada rasio berfungsi
dan berperan dalam negara, dan kedua Siyasah
aqliyah (nomokrasi sekuler), di mana hanya menggunakan hukum sebagai hasil
pemikiran manusia dalam negara. [24]
Fahmi Hummidy mengemukakan bahwa konsep negara dalam pandangan Islam memiliki ciri-ciri antara lain : [25]
1. Kekuasaan
dipegang penuh oleh rakyat (umat), artinya rakyat yang menentukan pikiran
terhadap jalannya kekuasaan dan persetujuannya merupakan syarat bagi
kelangsungan orang yang menjadi pilihannya;
2. Masyarakat ikut berperan dan
bertanggung jawab dalam penegakan hukum, kemakmuran dunia dan kemaslahatan umum
dan bukan hanya tanggung jawab penguasa;
3. Kebebasan
merupakan hak bagi semua orang artinya kebebasan eksperesi manusia terhadap
dirinya merupakan pengejawantahan dari aqidah tauhid;
4. Persamaan
diantara sesama manusia, artinya Islam sangat menghormati dan melindungi
manusia tanpa melihat asal usul agama, ras dan lain-lain;
5. Mengakui
pluralitas golongan, artinya Islam sangat menghormati adanya kelompok-kelompok
yang berkembang dalam masyarakat;
6. Mencegah
kesewenang-wenangan dan usaha meluruskannya; dan
7. Undang-undang
di atas segala-galanya, artinya legalitas kekuasaan tegak dan berlangsung
dengan usaha mengimplementasikan sistem hukum dan keberlakuannya tanpa
membeda-bedakan antara penguasa dan rakyat.
Konsep
negara hukum dalam Islam dikenal dengan istilah nomokrasi Islam yaitu suatu
negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip umum
yang tercantum dalam Al-Qur’an dan diterapkan dalam sunah Rasulullah,
sebagai berikut : [26]
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah.
2. Prinsip musyawarah (musyawarat).
3. Prinsip keadilan.
4. Prinsip persamaan.
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan hak-hak
asasi manusia.
6. Prinsip peradilan bebas.
7. Prinsip perdamaian.
8. Prinsip kesejahteraan.
9. Prinsip ketaatan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Malang
: Bayu Media, 2005.
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Bandung
: Mandar Maju, 2012.
Dewa
Gede Atmadja, et all, Teori Konstitusi & Negara Hukum,
Malang : Setara Press, 2015.
Marwan
Efendy, Teori Hukum Dari Perspektif
Kebijakan, Perbandingan, dan Harmonisasi Hukum Pidana, Jakarta : Referensi,
2014.
Muh.
Tahir Azhary, Negara Hukum ; Suatu studi
tentang prinsip-prinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, Implementasinya pada
periode Negara Madinah dan masa kini, Jakarta : Kencana, 2005.
Munir
Fuady, Teori Negara Hukum Modern
(Rechtstaat), Bandung : Refika
Aditama, 2009.
Syamsudddin
Rajab, “Konfigurasi Pemikiran Teori
Negara Hukum”, Al Risalah Volume 10 Nomor 1 Tahun 2010.
Yopi
Gunawan dan Kristian, Perkembangan Konsep
Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila, Bandung : Refika Aditama, 2015.