DASAR HUKUM HAK-HAK ANAK DI LUAR PERNIKAHAN YANG SAH
Dasar hukum yang mengatur tentang hak-hak anak yang
dilahirkan di luar pernikahan yang diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, sebagai berikut:
1. Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia.
a. Pasal 1, bahwa semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama;
b. Pasal 2, bahwa setiap orang berhak atas
semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan
tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau
kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain;
c. Pasal 3, bahwa
setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu;
d. Pasal 6, bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di
mana saja ia berada;
e. Pasal 7, bahwa
semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama
tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap
bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala
hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini.
2. Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
a. Pasal 24 ayat (1), bahwa setiap anak berhak untuk
mendapat hak atas langkah-langkah perlindungan karena statusnya sebagai anak di
bawah umur, terhadap keluarga, masyarakat dan Negara tanpa diskriminasi
berdasarkan ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, asal-usul kebangsaan atau
sosial, kekayaan atau kelahiran;
b. Pasal 26,
bahwa semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum
harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan
efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras,
warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul
kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.
3. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.
a. Pasal 10 ayat (1), bahwa perlindungan atas bantuan
seluas mungkin harus diberikan kepada keluarga yang merupakan kelompok alamiah
dan mendasar dari satuan masyarakat, terutama terhadap pembentukannya, dan
sementara itu keluarga bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan
anak-anak yang masih dalam tanggungan;
b. Pasal 10 ayat
(3), bahwa langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan bantuan harus
diberikan untuk kepentingan semua anak dan remaja, tanpa diskriminasi apapun
berdasarkan keturunan atau keadaan-keadaan lain.
4. Konvensi
Hak Anak.
a. Pasal 5, bahwa Negara-Negara Peserta
akan menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban para orangtua atau, bila
dapat diterapkan, para anggota keluarga besar luas atau masyarakat sebagaimana
yang ditentukan oleh adat istiadat setempat, wali yang sah atau orang-orang
lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak yang bersangkutan, untuk
memberi pengarahan dan bimbingan yang layak kepada anak dalam penerapan
hak-haknya yang diakui dalam Konvensi ini, dengan cara yang sesuai dengan
kemampuannya;
b. Pasal 7 ayat
(1), bahwa anak akan didaftarkan segera setelah kelahiran dan sejak lahir
berhak atas sebuah nama, berhak memperoleh kewarganegaraan, dan sejauh
memungkinkan, berhak mengetahui dan dipelihara oleh orangtuanya;
c. Pasal 8 ayat
(1), bahwa Negara-Negara Peserta berupaya untuk menghormati hak anak untuk
mempertahankan identitasnya, termasuk kewarganegaraannya, nama, dan hubungan
keluarga sebagaimana yang diakui oleh undang-undang tanpa campur tangan yang
tidak sah;
d. Pasal 18 ayat
(1), bahwa Negara-Negara Peserta akan membuat upaya yang terbaik guna menjamin
pengakuan atas prinsip bahwa kedua oranatua memikul tanggung jawab bersama
untuk membesarkan dan mengembangkan anak. orang tua, atau mungkin, walinya yang
sah, memikul tanggung jawab utama untuk membesarkan dan mengembangkan anak yang
yang bersangkutan. Kepentingan terbaik anak akan menjadi perhatian utama.
5. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
a. Alinea ke-empat Pembukaan, “Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…”;
b. Pasal 1 ayat
(3), bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
c. Pasal 28B ayat
(1), bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah;
d. Pasal 28B ayat
(2), bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
e. Pasal 28D ayat
(1), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum;
f. Pasal 28I ayat
(2), bahwa setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
6. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
a. Pasal 3 ayat (2), bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum;
b. Pasal 52 ayat
(1), bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan negara;
c. Pasal 52 ayat (2), bahwa hak anak adalah hak asasi
manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum
bahkan sejak dalam kandungan;
d. Pasal 56 ayat (1), bahwa setiap anak berhak untuk
mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri;
e. Pasal 57 ayat (1), bahwa setiap anak berhak untuk
dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya
oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
a. Pasal 43 ayat (1), bahwa anak yang dilahirkan
diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya.
Ketentuan pasal tersebut telah mendapatkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 dengan
amar putusan bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang
menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai
menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut
hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut
harus dibaca anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang
dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti
lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya.
b. Pasal
47 ayat (1), bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka
tidak dicabut dari kekuasaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.
Konvensi Hak Anak.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.