TINJAUAN UMUM DAN TEORI-TEORI KRIMINOLOGI
Pengertian
Kriminologi
Kriminologi
sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial (social science),
sebenarnya masih tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang masih muda, oleh
karena kriminologi baru mulai menampakkan dirinya sebagai salah satu disiplin
ilmu pengetahuan pada abad ke XIII. Meskipun tergolong ilmu yang masih muda,
namun perkembangan kriminologi tampak begitu pesat, hal ini tidak lain karena
konsekuensi logis dari berkembangnya pula berbagai bentuk kejahatan dalam
masyarakat.
Perkembangan
kejahatan bukanlah suatu hal yang asing, oleh karena sejarah kehidupan manusia
sejak awal diciptakan telah terbukti mengenal kejahatan. Apalagi pada saat
seperti sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru memberi
peluang yang lebih besar bagi berkembangnya berbagai bentuk kejahatan. Atas
dasar itulah maka kriminologi dalam pengaktualisasian dirinya berupaya mencari
jalan untuk mengantisipasi segala bentuk kejahatan serta gejala‑gejalanya.
Secara
etimologi, kriminologi berasal dari kata Crime artinya kejahatan dan Logos
artinya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu kriminologi dapat diartikan secara
luas dan lengkap sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
(Abdul Syani, 1987 : 6).
Dalam
membahas tentang definisi kriminologi belum terdapat keseragaman / kesatuan
pendapat dari pakar kriminologi, berhubung masing‑masing memberikan definisi
dengan sudut pandang yang berbeda. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis
akan mencoba mengemukakan beberapa pendapat para sarjana / ahli hukum mengenai pengertian
kriminologi, antara lain sebagai berikut :
Kanter dan Sianturi
(2002 : 35), memberikan definisi kriminologi (sebagai ilmu pengetahuan)
mempelajari sebab akibat timbulnya suatu kejahatan dan keadaan-keadaan yang
pada umumnya turut mempengaruhinya, serta mempelajari cara-cara memberantas
kejahatan tersebut.
Selanjutnya W.A Bonger
(R. Soesilo, 1985 : 1), mengemukakan bahwa kriminologi sebagai salah satu
disiplin ilmu sosial menelaah gejala dan tingkah laku anggota masyarakat dari
sudut tertentu yaitu dari segi pola, motivasi, serta usaha menanggulangi
kejahatan. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala
kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis dan kriminologi murni).
Kriminilogi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, yang
seperti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala
dan mencoba menyelidiki krminologi teoritis
disusun kriminologi terapan.
Andi Zainal Abidin
(1981 : 42), mengemukakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari faktor-faktor penyebab kejahatan, dan cara bagaimana
menanggulanginya.
Sejalan dengan itu,
Paul Moeliono (Abussalam, 2007 : 5), bahwa pelaku kejahatan mempunyai andil
atas terjadinya suatu kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata
perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si
pelaku untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat.
Menurut Michael dan
Adler (Abussalam, 2007 : 5), menyatakan bahwa kriminologi adalah keseluruhan
keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka
dan cara mereka resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan
oleh masyarakat.
Sutherland dan Cressey (Kanter
dan Sianturi, 2002 : 35), menyatakan bahwa kriminologi adalah himpunan
pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat. Yang termasuk dalam
ruang lingkupnya adalah proses perbuatan perundang-undangan dan reaksi-reaksi
terhadap pelanggaran perundang-undangan. Obyek dari kriminologi adalah
proses-proses perbuatan perundang-undangan, pelanggaran perundang-undangan dan
reaksi terhadap pelanggaran tersebut yang saling mempengaruhi secara beruntun.
Lebih lanjut Vrij
(Sahetapy dan Marjono Reksodiputro, 1982 : 8) mendefinisikan kriminologi
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perbuatan jahat, pertama-tama
menangani apakah perbuatan jahat itu, tetapi selanjutnya juga mengenai sebab
musabab dan akibat-akibatnya.
George C.Vold (Abussalam,
2007 :5), menyatakan bahwa dalam mempelajari kriminologi terdapat masalah
rangkap artinya kriminologi selalu menunjukan pada perbuatan manusia dan juga
batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang dibolehkan dan apa
yang dilarang, apa yang baik dan apa buruk, yang semuanya itu ada dalam
undang-undang, kebiasaan dan adat istiadat.
Menurut Soejono D (R.Soesilo,
1985 : 3), pengertian kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan
menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Tugasnya kriminologi
merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya yang
mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan.
Rusli Effendy (1983
:10), menyatakan bahwa disamping ilmu hukum pidana yang juga dinamakan ilmu tentang hukumnya kejahatan, ada juga
ilmu tentang kejahatan itu sendiri yang dinamakan kriminologi, kecuali obyeknya
berlainan dan tujuannya pun berbeda, dimana hukum pidana adalah peraturan hukum
yang mengenai kejahatan atau yang berkaitan dengan pidana dengan tujuan ialah
agar dapat dimengerti dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya
sedangkan obyek kriminologi adalah kejahatan itu sendiri, tujuannya mempelajari
apa sebabnya sehingga orang yang melakukan dan upaya penanggulangan kejahatan
itu.
Menurut Moelijatno
(1996 : 6), menyatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan
kelakuan-kelakuan jelek serta tentang orang-orang yang tersangkut pada
kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek itu. Dengan kejahatan yang dimaksud pada
pelanggaran, artinya perbuatan menurut undang-undang diancam dengan pidana dan
kriminalitas merupakan bagian masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Barda Nawawi Arief
(1991:10), bahwa aliran modern yang di organisasikan oleh Von Lis menghendaki
kriminologi bergabung dengan hukum pidana sebagai ilmu bantuannya, agar bersama-sama
menangani hasil penelitian kebijakan kriminal, sehingga memungkinkan memberikan
petunjuk tepat terhadap penanganan hukum pidana dan pelaksanaannya, yang
semuanya ditunjuk untuk melindungi warga negara yang baik dari kejahatan.
Lebih terperinci lagi,
definisi dari Martin L, Haskell dan Lewis Yablonski (Soejono Soekanto, 1985 :
10), menyatakan bahwa kriminologi
adalah studi ilmiah tentang kejahatan dan penjahat yang mencakup analisa
tentang :
1.
Sifat dan luas kejahatan
2.
Sebab‑sebab kejahatan
3. Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan
peradilan pidana
4.
Ciri‑ciri penjahat
5.
Pembinaan penjahat
6.
Pola‑pola kriminalitas, dan
7.
Akibat kejahatan atas perubahan
social
Soerjono Soekanto
(1985 : 27), menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan mengenai
sikap tindak kriminal. Sehubungan itu beliau menjelaskan pula bahwa Kriminologi
modern berakar dari sosiologi, psikologi, psikiatri dan ilmu hukum yang ruang
lingkupnya meliputi :
1) Hakekat, bentuk‑bentuk dan frekuansi‑frekuensi
perbuatan kriminal sesuai
dengan distribusi sosial, temporal dan geografis.
2)
Karakteristik‑karakteristik
fisik, psikologis, sejarah serta. sosial penjahat dan hubungan antara.
kriminalitas dengan tingka laku abnormal lainnya.
3)
Karakteristik korban‑korban
kejahatan.
4)
Tingkah laku non kriminal anti
sosial, yang tidak semua masyarakat dianggap, sebagai kriminalitas.
5)
Prosedur sistem peradilan
pidana
6) Metode‑metode hukuman, latihan dan
penanganan narapidana
7) Struktur sosial dan organisasi
lembaga‑lembaga penal
8) Metode‑metode pengendalian dan
penanggulangan kejahatan
9) Metode‑metode identifikasi kejahatan dan
penjahat
10) Studi mengenai asas dan perkembangan hukum
pidana serta. sikap umum terhadap kejahatan dan penjahat.
Sehubungan. dengan pengertian
tersebut maka tepatlah apa yang kemukakan oleh Rusli Effendi (1986: 11), bahwa
kriminologi itu meliputi :
1)
Etiologi Kriminal adalah cabang
ilmu kriminologi yang secara. khusus mempelajari sebab‑sebab atau latar
belakang, penjelasan dan korelasi kejahatan, cabang ilmu ini lazimnya mencakup
: biologi kriminal, psikologi kriminal, psikiatri kriminal, maupun sosiologi
hukum pidana.
2)
Fenomenologi kriminal adalah
merupakan cabang ilmu kriminologi dari mempelajari tentang bagaimana perkembangan
kejahatan dan gejalanya.
3)
Victimologi kriminal adalah
cabang kriminologi yang secara khusus mempelajari tentang akibat yang timbul
dari suatu kejahatan (korban kejahatan)
4)
Penologi adalah ilmu tentang
penghukuman dalam arti yang sempit, namun ilmu ini adalah merupakan salah satu
cabang kriminologi yang membahas konstruksi undang‑undang hukum pidana,
penghukuman dan administrasi sanksi pidana.
Apabila melihat beberapa aspek
tersebut, yang menjadi cakupan pembahasan kriminologi nampak sangat luas, maka
adalah logis bila. untuk praktisnya kriminologi itu terbagi‑bagi. Sehubungan
dengan itu, Rusli Effendi (1986 : 11), menyebutkan bahwa di negara dengan sistem hukum Anglo
Saxon, kriminologi itu dibagi menjadi tiga. bagian yaitu :
1) Criminal Biologi ialah yang
menyelidiki diri orang itu sendiri, akan sebab dari perbuatannya baik jasmani
maupun rohani.
2) Criminal Sociology adalah ilmu
pengetahuan yang mencoba mencari sebab dalam lingkungan masyarakat dimana
penjahat itu berdomisili (Milleau)
3) Criminal Policy adalah tindakan‑tindakan
apa yang dijalankan agar supaya penjahat itu menjadi lebih baik atau supaya
orang tidak turut melakukan perbuatan itu.
Edwin H. Sutherland (R.Soesilo, 1985 : 1), dalam
bukunya yang berjudul "Principle of Criminology" berpendapat
bahwa kriminologi juga dapat dipandang sebagai ilmu tentang kejahatan dari segi
gejala sosial yang relatif menyeluruh yang menghubungkan pembuatan undang‑undang,
pelanggaran dan sanksi dari pelanggaran tersebut dimana akan lebih mudah untuk
menafsirkan kejahatan, penjahat, sebab‑sebab kejahatan dan penanggulangannya
secara tepat
Diantara
tugas‑tugas yang diemban kriminologi itu dikemukakan oleh Abdullah Sani (1987 :
15), sebagai berikut :
1) Merumuskan gejala‑gejala kejahatan yang
terjadi di dalam kehidupan masyarakat
2) Kejahatan apa. yang sedang akan terjadi.
3)
Siapa yang menjadi penjahat
4) Faktor‑faktor apa yang menyebabkan
timbulnya. suatu tindakan kejahatan.
Berdasarkan
pengertian kriminologi tersebut diatas, maka obyek kajian kriminologi
ditekankan pada gejala kejahatan seluas‑luasnya dalam artian mempelajari
kejahatan dan penjahat, usaha‑usaha pencegahan penanggulangan kajahatan serta
perlakuan terhadap penjahat. Sedang subjek kriminologi adalah anggota dan
kelompok masyarakat secara keseluruhan sebagai suatu kelompok sosial yang
memiliki gejala‑gejala sosial sebagai suatu sistem yang termasuk di dalarnnya
gejala kejahatan yang tidak terpisahkan. Sehingga berdasarkan pengertian
kriminologi di atas juga dapat ditarik suatu pandangan bahwa kriminologi
bukanlah ilmu yang berdiri sendiri akan tetapi berada disamping ilmu‑ilmu lain,
dalam arti kata interdisipliner.
Teori-Teori
Kriminologi
Dalam
perkembangan kriminologi, pembahasan mengenai sebab‑musabab kejahatan secara
sistematis merupakan hal baru, meskipun sebenarnya hal tersebut telah dibahas
oleh banyak ahli kriminologi (kriminolog). Di dalam kriminologi
juga dikenal adanya beberapa teori yaitu:
1. Teori‑teori yang menjelaskan kejahatan
dari perspektif biologis dan psikologis.
2. Teori‑teori yang menjelaskan kejahatan
dari perspektif sosiologi.
3. Teori‑teori yang menjelaskan dari
perspektif lainnya.
Teori‑teori
tentang sebab‑musabab kejahatan berubah menurut perkembangan zaman, Ninik
Widiyanti dan Yulius Waskita (1987 : 57), membagi sebab‑sebab kejahatan dalam
fase‑fase pendahuluan yang berkembang dari zaman ke zaman sebagai berikut :
1.
Zaman kuno
Pada masa, ini dikenal pendapat Plato (427‑347 SM) dan Aristoteles
(384‑322 SM) yang pada dasarnya menyatakan makin tinggi penghargaan manusia
atas kekayaan makin merosot penghargaan akan kesusilaan demikian pula
sebaliknya kerniskinan (kemelaratan) dapat mendorong manusia yang menderita,
kerniskinan untuk melakukan kejahatan dan pemberontakan.
2.
Zaman abad pertengahan
Thomas Von Aquino (1226‑1274 M) menyatakan bahwa orang kaya yang hidup
foya‑foya bila miskin mudah menjadi pencuri.
3.
Permulaan zaman baru dan masa
sesudah revolusi Prancis banyak dikemukakan dan sebab‑sebab sosial lainnya juga
masa kini dikenal dengan masa, pertengahan hukuman yang terlalu bengis dan masa
itu, sehingga tampil tokoh‑tokoh seperti Montesquieu, Beccaria dan lain‑lain.
4.
Masa sesudah revolusi Prancis
sampai tahun 1830 mulai dikenal sebab‑sebab kejahatan dari faktor‑faktor sosial
ekonomi, antropologi dan psikiatri
Teori tertua tentang sebab‑sebab
kejahatan adalah teori Roh jahat, seperti yang dikatakan oleh R.Soesilo (1985 :
20), mengemukakan bahwa : "Pendapat ini adalah yang tertua yang
menyatakan, bahwa orang‑orang menjadi jahat karena pengaruh‑pengaruh roh jahat
............”
Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, teori‑teori tentang sebab‑musabab kejahatan semakin
berkembang pula, pola pikir masyarakat semakin meningkat tentang hal tersebut,
pengaruh perkembangan pola pikir. Adapun teori-teori kriminologi adalah sebagai
berikut :
a. Teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari ciri-ciri aspek
fisik (Biologi Kriminal)
Usaha-usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari cirri-ciri biologis
dipelopori oleh ahli-ahli frenologi seperti Gall, Spurzeim yang mencari
hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku. Ajaran biologi kriminal mendasarkan pada proposisi
dasar :
1). Bentuk luar
tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada di dalamnya dan bentuk dari otak.
2). Akal terdiri
dari kemampuan dan kecakapan
3). Kemampuan atau
kecakapan ini berhubungan dengan bentuk otak dan tengkorak kepala. Oleh karena
otak merupakan organ dari akal sehingga benjolan-benjolannya merupakan petunjuk
dari kemampuan/kecakapan organ.
Teori ini lebih tegas dituliskan
oleh Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita (1987 : 53‑54) dalam awal teorinya
mengusulkan beberapa pendapat yakni sebagai berikut :
1). Penjahat sejak lahir mempunyai tipe
tersendiri
2). Tipe ini bisa dikenal dengan beberapa ciri
tertentu, misalnya tengkorak asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung
pesek, rambut janggut jarang, tahan sakit.
3). Tanda‑tanda lahiriah ini bukan penyebab
kejahatan, mereka merupakan tanda mengenal kepribadian yang cenderung dalam hal
kriminal behaviour itu sudah merupakan suatu pembawaan sejak lahir, dan sifat‑sifat
pembawaan ini dapat terjadi dan membentuk atafisme atau generasi keturunan
epilepsy.
4). Karena kepribadian ini, maka mereka tidak
dapat terhindar dari melakukan kejahatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan
memungkinkan.
5). Beberapa penganut aliran ini mengemukakan
bahwa macam‑macam penjahat (pencuri, pembunuh, pelanggar seks), saling
dibedakan oleh tanda lahirnya/stigma tertentu".
b. Teori-teori kejahatan dari
faktor Psikologis dan Psikiatris (Psikologi Kriminal)
Psikologi criminal mencari sebab-sebab dari faktor psikis termasuk
agak baru, seperti halnya para positivis pada umumnya, usaha untuk mencari
cirri-ciri psikis kepada para penjahat di dasarkan anggapan bahwa penjahat
merupakan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan
orang-orang yang bukan penjahat, dari cirri-ciri psikis tersebut terletak pada
intelegensinya yang rendah.
Psikologi
criminal adalah mempelajari ciri-ciri psikis dari para pelaku kejahatan yang
sehat, artinya sehat dalam pengertian psikologis. Mengingat konsep tentang jiwa
yang sehat sulit dirumuskan, dan kalaupun ada maka perumusannya sangat luas dan
masih belum adanya perundang-undangan yang mewajibkan para hakim untuk
melakukan pemeriksaan psikologis/psikiatris sehingga masih sepenuhnya
diserahkan kepada psikolog.
c. Teori-teori kejahatan dari faktor Sosio-Kultural (Sosiologi
Kriminal)
Obyek utama sosiologi criminal adalah mempelajari hubungan antara
masyarakat dengan anggotanya antara kelompok baik karena hubungan tempat atau
etnis dengan anggotanya antara kelompok dengan kelompok sepanjang hubungan itu
dapat menimbulkan kejahatan.
Menurut
Sacipto Raharjo (2000 : 47), Teori-teori kejahatan dari aspek sosiologis
terdiri dari :
1). Teori-teori yang berorientasi pada kelas
sosial, yaitu teori-teori yang mencari
sebab kejahatan dari ciri-ciri kelas sosial serta konflik diantara kelas-kelas
yang ada.
2). Teori-teori yang tidak berorientasi pada
kelas sosial yaitu teori-teori yang membahas sebab-sebab kejahatan dari aspek
lain seperti lingkungan, kependudukan, kemiskinan dan sebagainya.
Terjadinya suatu kejahatan sangatlah
berhubungan dengan kemiskinan, pendidikan, pengangguran dan faktor‑faktor
sosial ekonomi lainnya utamanya pada negara berkembang, dimana pelanggaran
norma dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut (Ninik Widyanti dan Yulius
Weskita, 1987: 62).
Pernyataan
bahwa faktor‑faktor ekonomi banyak mempengaruhi terjadinya sesuatu kejahatan
didukung oleh penelitian Clinard di Uganda menyebutkan bahwa kejahatan terhadap
harta benda akan terlihat naik dengan sangat pada negara‑negara berkembang,
kenaikan ini akan mengikuti pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, hal ini
disebabkan adanya "Increasing demand for prestige articles for
conficous consumfion " (Sahetapy dan B.Mardjono Reksodiputro,
1989 : 94).
Di
samping faktor ekonomi, faktor yang berperan dalam menyebabkan kejahatan adalah
faktor pendidikan yang dapat juga bermakna ketidak tahuan dari orang yang
melakukan kejahatan terhadap akibat‑akibat perbuatannya, hal ini diungkapkan
oleh Goddard dengan teorinya (The mental tester theory) berpendapat
bahwa kelemahan otak (yang diturunkan oleh orang tua menurut hukum‑hukum
kebakaran dari mental) menyebabkan orang‑orang yang bersangkutan tidak mampu
menilai akibat tingkah lakunya dan tidak bisa menghargai undang-undang
sebagaimana mestinya (Ninik Widyanti dan Yulius Weskita, 1987: 54).
Faktor
lain yang lebih dominan adalah faktor lingkungan, Bonger (R. Soesilo, 1985 :
28), dalam "in leiding tot the criminologie " berusaha
menjelaskan betapa pentingnya faktor lingkungan sebagai penyebab kejahatan. Sehingga
dengan demikian hal tersebut di atas, bahwa faktor ekonomi, faktor pendidikan
dan faktor lingkungan merupakan faktor‑faktor yang lebih dominan khususnya
kondisi kehidupan manusia dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
|
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Syani, 1987, Kejahatan dan
Penyimpangan Suatu Perspektif Kriminilogi, Bina Aksara, Jakarta
Abussalam, 2007, Kriminologi,
Restu Agung, Jakarta.
Andi Zainal Abidin Farid, 1981, Hukum Pidana
I, Sinar Grafika, Jakarta.
Barda Nawawi Arief, 1991, Upaya Non Penal
dalam Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang.
Kanter
dan Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.
Storia Grafika, Jakarta
Moeljatno,
1985, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta
Rusli
Effendy, 1983, Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni, Bandung
R.
Soesilo, 1985, Kriminologi (Pengetahuan tentang sebab-sebab Kejahatan),
Politea, Bogor.
Sacipto
Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Adhitya Bhakti, Jakarta
Sahetapy
dan Mardjono Reksodiputro, 1982, Paradoks dalam Kriminologi, Rajawali,
Jakarta
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi
Suatu Pengantar,
Rajawali Pers, Jakarta.
(Ninik Widyanti dan Yulius Weskita, 1987: 62).
BalasHapusitu judul bukunya dimana gan?
Tks.
BalasHapusThanks for info brother
BalasHapusThanks for info brother
BalasHapusthank you infonya mas bro
BalasHapus(Ninik Widyanti dan Yulius Weskita, 1987: 62).
BalasHapusitu judul bukunya apa gan?
Balas
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
BalasHapus-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!