Minggu, 04 Oktober 2015

PERADILAN ANAK MENURUT KONVENSI INTERNASIONAL

            PERADILAN ANAK (JUNVENILE JUSTICE) MENURUT KONVENSI INTERNASIONAL

                     Perlindungan hukum bagi anak dalam proses peradilan tidak dapat dilepaskan dari apa sebenarnya tujuan atau dasar pemikiran dari peradilan anak (Junvenile justice) itu sendiri.  Dari tujuan dan dasar pemikiran inilah baru dapat ditentukan apa dan bagaimana hakekat serta wujud dari perlindungan hukum yang sepatutnya diberikan kepada anak. Bertolak dari pendekatan yang berorientasi pada masalah kesejahteraan anak atau kepentingan terbaik bagi anak, jelas terlihat perlunya pendekatan khusus dalam masalah perlindungan hukum bagi anak dalam proses peradilan. Hal demikian berarti perlu adanya perhatian khusus, pertimbangan khusus, pelayanan dan perlakuan khusus serta perlindungan khusus bagi anak dalam masalah hukum dan peradilan.          
                     Berkaitan dengan itu, adapun dokumen-dokumen Internasional yang mengatur tentang masalah penanganan terhadap anak dalam peradilan pidana, sebagai berikut :
            a.   Deklaration of The Rights of The Child atau disebut juga Deklarasi Hak-Hak Anak 1959.
                           Deklarasi Jenewa tentang hak-hak anak tahun 1924 yang diakui oleh Universal Declaration of Human Righst dan kemudian dikukuhkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 1386 (XIV) tanggal 20 November 1959 mengenai Deklaration of The Rights of The Child atau disebut juga Deklarasi Hak-Hak Anak, yang terdiri dari 10 Prinsip.[1]
                           Dalam Mukadimah Deklaration of The Rights of The Child atau Deklarasi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa :
                           Mengingat karena ketidakmatangan jasmani dan mental anak, maka kiranya anak memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak, sebelum dan sesudah kelahirannya.

                           Selanjutnya, Prinsip ke-2 dari Deklaration of The Rights of The Child yang berbunyi :
                           Anak harus menikmati perlindungan khusus, dan harus diberi kesempatan dan fasilitas oleh hukum dan sarana lainnya, untuk memungkinkan dia untuk mengembangkan fisik, moral, spiritual dan sosial secara sehat dan normal dalam kondisi kebebasan dan martabat. Dalam pemberlakuan undang-undang untuk tujuan ini kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan penting.
     
            b.   United Nations Standart Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules).
                        Instrument ini disetujui pada tanggal 6 September 1985 dan dijadikan Resolusi PBB pada tanggal 39 November 1985 dalam Resolusi 40/33. [2] Aturan-aturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Peradilan Remaja (Beijing Rules), yang mencakup penanganan anak dalam proses pidana, dapat diuraikan sebagai berikut :
                  1).  Asas umum, secara umum berisi tentang perlunya kebijakan sosial yang komperhensif yang bertujuan untuk mendukung tercapainya sebesar mungkin kesejahteraan anak. (Rule 1.4).
                  2).  Menegaskan peranan peradilan anak, tidak lain merupakan bagian integral dari keadilan sosial. Dalam hal ini harus dicatat bahwa batasan umur anak sangat bergantung pada sistem hukum negara anggota, pada satu pihak dan kondisi sosial ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat pada lain pihak, oleh karena itu batasan anak dirumuskan secara relatif, yaitu anak (Juvenile) adalah seorang yang berumur 7-8 tahun. (Rule 2.2).
                  3).  Satu hal yang penting harus diperhatikan bagi negara-negara anggota yaitu mengenai perumusan perundang-undangan nasional khusus, pengimplementasianya secara optimal ketentuan SMR-JJ ini dilingkungan negara anggota. Walaupun telah dirumuskan tentang perbuatan pelanggaran, dalam hal ini harus diingat bahwa pengkategorian perbuatan-perbuatan untuk anak dan remaja hendaknya lebih luas dari jenis-jenis perbuatan yang dapat dipidana untuk orang dewasa, misalnya dimasukkan pula perbuatan membolos sekolah, ketidakpatuhan pada orang tua, atau pada peraturan sekolah, mabuk dimuka umum dan sebagainya. (Rule 3.1).
                  4).  Batas usia pertanggung jawaban pidana, sebagai unsur penting pengimplementasian kaidah ini, pada pokoknya menyatakan bahwa, karena latar belakang sejarah dan budaya masyarakat suatu bangsa, sering sangat berpengaruh terhadap penentuan batas usia pertanggung jawaban pidana, maka pendekatan modern diterapkan. Pertanggung jawaban atas diri anak diukur dari tingkat kesesuaian antara kematangan moral dan kejiwaan anak dan perbuatan anti sosial anak. Yang penting batas usia pertanggung jawaban pidana anak tidak ditentukan terlalu rendah apalagi tidak ditentukan sama sekali. (Rule 4).
                  5).  Tujuan peradilan anak. Peradilan anak sebagai bagian dari upaya perwujudan kesejahteraan anak, dilaksanakan atas dasar asas proporsionalitas. Asas ini ditekankan sebagai sarana untuk mengekang sanksi yang bersifat punitif. Asas yang mengingatkan agar tanggapan dan reaksi masyarakat yang proporsional terhadap perbuatan anti sosial, artinya tanggapan dan reaksi itu tidak saja dilandaskan pada bobot perbuatan, melainkan memperhatikan pada lingkungan anak, status sosial, keadaan keluarga, dan faktor-faktor lain yang menjadi sebab timbulnya perbuatan. (Rule 5).
                  6). Tujuan peradilan anak tersebut di atas secara operasional diperankan oleh aparat penegak hukum. Dalam konteks ini kepada aparat penegak hukum diberikan keleluasaan seluas mungkin dan dalam rangka tingkatan pemeriksaan untuk melakukan diskresi. (Rule 6).
                  7).  Hak-hak remaja/anak selama dalam peradilan, hak-haknya harus dilindungi seperti asas praduga tak bersalah, hak untuk diam, hak untuk menghadirkan orang tua atau wali, hak untuk bertemu, berhadapan dan menguji silang atas dirinya, dan hak untuk banding. Disamping itu, selama dalam proses, privasi anak harus dilindungi mengingat anak sangat rawan terhadap stigmatisasi. Pemaparan identitas anak selama dalam proses oleh media massa harus dihindarkan. (Rule 7 dan Rule 8).                   
                 
            c.   Convention on The Rights of The Child atau disebut juga Konvensi Hak-Hak Anak 1989 (Resolusi MU PBB 44/25).
                        Instrumen ini disepakati dalam Sidang Majelis Umum PBB ke 44 dan kemudian ditungkan dalam Resolusi PBB Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. [3] Dalam mukadimah Convention on The Rights of The Child atau disebut juga Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa menyadari bahwa anak, demi pengembangan kepribadiannya secara penuh dan serasi, harus tumbuh dalam suatu lingkungan keluarga, dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih dan pengertian. Mengingat bahwa perlunya perluasan perawatan khusus bagi anak telah dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa tentang Hak-Hak Anak.   
                        Adapun prinsip-prinsip penanganan terhadap anak yang diatur dalam Konvensi Hak-Hak anak adalah sebagai berikut :
                  1).  Artikel 37 :
                        a).  Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan lainnya yang kejam.
                        b).  Pidana mati atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan memperoleh pelepasan/pembebasan, tidak akan dikenakan kepada anak yang berusia di bawah 18 tahun.
                        c).  Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau sewenang-wenang.
                        d).  Penangkapan, penahanan dan pidana penjara, hanya digunakan sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan jangka waktu yang sangat pendek.
                        e).  Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya, harus diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai manusia.
                        f).  Anak yang dirampas kemerdekaannya, akan dipisah dari orang dewasa dan berhak melakukan hubungan kontak dengan keluarganya.
                        g).  Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan/menentang dasar hukum perampasan kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau pejabat lain yang berwenang dan tidak memihak serta mendapat keputusan yang cepat/tepat atas tindakan terhadap dirinya itu.

                  2).  Artikel 40 :
                        a).  Setiap anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum pidana berhak diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan kemajuan pemahaman anak, tentang harkat dan martabatnya yang memperkuat penghargaan/penghormatan anak pada hak-hak asasi dan kebebasan orang lain. Mempertimbangkan usia anak dan keinginan untuk memajukan/mengembangkan pengintegrasian kembali anak serta mengembangkan harapan anak akan perannya yang konstruktif di masyarakat.
                        b).  Tidak seorang anak pun dapat dituduh, dituntut atau dinyatakan melanggar hukum pidana berdasarkan perbuatan (atau tidak berbuat sesuatu) yang tidak dilarang oleh hukum nasional maupun Internasional pada saat perbuatan itu dilakukan.
                        c).  Tiap-tiap anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar hukum pidana sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan hak-hak:
                              (1). Untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum.
                              (2). Untuk diberitahukan tuduhan-tuduhan atas dirinya secara cepat dan langsung atau melalui orang tua, wali atau kuasa hukumnya.
                              (3). Untuk perkaranya diputus/diadili tanpa penundaan (tidak berlarut-larut) oleh badan/kekuasaan yang berwenang, mandiri dan tidak memihak.
                              (4). Untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah.
                              (5). Apabila dinyatakan telah melanggar hukum pidana, keputusan dan tindakan yang dikenakan kepadanya berhak ditinjau kembali oleh badan/kekuasaan yang lebih tinggi menurut hukum yang berlaku.
                              (6). Apabila anak tidak memahami bahasa yang dipergunakan, berhak memperoleh bantuan penerjemah secara cuma-cuma.
                              (7). Kerahasiaan pribadinya dihormati, dihargai secara penuh pada semua tingkatan pemeriksaan.
                        d).  Negara harus berusaha membentuk hukum, prosedur, pejabat yang berwenang dan lembaga-lembaga yang secara khusus diperuntukkan yang berwenang dan lembaga-lembaga yang secara khusus diperuntukkan/diterapkan kepada anak yang dituduh, dituntut akan dinyatakan telah melanggar hukum pidana khususnya:
                              (1).Menetapkan batas usia minimal anak yang dipandang telah melakukan tindak pidana.
                              (2). Apabila perlu diambil/ditempuh tindakan-tindakan terhadap anak tanpa proses peradilan harus diterapkan bahwa hak-hak asasi dan jaminan-jaminan hukum bagi anak harus sepenuhnya dihormati.
                        e).  Bermacam-macam putusan terhadap anak (antara lain perintah/tindakan untuk melakukan perawatan/pembinaan, bimbingan, pengawasan, program-program pendidikan dan latihan serta pembinaan institusional lainnya) harus dapat menjamin bahwa anak diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan kesejahteraannya dan seimbang dengan keadaan lingkungan mereka serta pelanggaran yang dilakukan.

            d.   United Nations Guidelines For The Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidlines).
                        Instrumen internasional ini tercantum dalam Resolusi PBB 45/112 tanggal 14 Desember 1990. Resolusi ini merupakan ketentuan yang harus diperhatikan sebagai pedoman dalam masalah penanganan anak bermasalah dengan hukum.[4] Ketentuan yang mengatur tentang penanganan anak adalah sebagai berikut :
                  1).  Perlu diingat bahwa anak/remaja yang melakukan pelanggaran ringan tidak harus direaksi dengan kriminalisasi atau penghukuman atas perbuatannya (Rule 1.1-1.5).
                  2).  Hendaknya diperhatikan pula norma dan instrumen-instrumen Internasional yang berkaitan dengan hak-hak anak, kepentingan akan kesejahteraan anak remaja pada satu pihak dan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dari negara anggota (Rule 7-8).
                  3).  Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan delinkuensi anak, pemerintah merumuskan dan menrapkan peraturan perundang-undangan khusus, prosedur khusus dalam kerangka perlidungan hak-hak anak dan kesejahteraan semua anak remaja.
                  4).  Kebijakan yang telah tersusun hendaknya di dalamnya terkandung rencana dan program strategis dalam rangka penanggulangan juvenile deliquency baik melalui sistem peradilan pidana anak, maupun tidak lewat sistem peradilan pidana anak. Penjara hendaknya ditempatkan sebagai upaya terakhir dan itupun hanya untuk jangka pendek.
                  5).  Dalam rangka mencegah stigmatisasi dan kriminalisasi berkelanjutan terhadap anak, perundang-undangan hendaknya menjamin bahwa setiap perilaku yang bila dilakukan oleh orang dewasa tidak dikategorikan sebagai kejahatan atau perbuatan yang dapat dipidana bila dilakukan oleh anak remaja.
                  6).  Penegak hukum dan petugas lain yang relevan baik laki-laki maupun perempuan harus dilatih untuk cepat tanggap dan terbiasa terhadap kebutuhan khusus anak dan harus menggunakan keterampilannya semaksimal mungkin demi tersusun dan tertanganinya program-program dan kemungkinan-kemungkinan lain, sehingga anak terhindarkan dari campur tangan sistem peradilan (Rule 52-56).
            e.   United Nations Rules for the Protection of Juvenile Diprived of Their Liberty.
                        Instrumen internasional ini tertuang dalam Resolusi PBB 45/113, mulai berlaku tanggal 14 Desember 1990. Resolusi ini merupakan pemantapan standar minimum bagi perlindungan anak dari semua bentuk perampasan kemerdekaan yang dilandaskan pada hak-hak asasi manusia, dan menghindarkan anak dari efek sampingan semua bentuk penahanan demi tercapainya pengintegrasian anak ke dalam masyarakat. Oleh karena itu, resolusi ini harus diterapkan secara utuh tanpa adanya diskriminasi dan tetap menghormati konsep moral yang dimiliki anak. Resolusi ini yang direncanakan sebagai bahan acuan baku para profesional yang terlibat dalam pengelolaan sistem peradilan anak ini, hendaknya dibuat siap pakai dan dimasukkan dalam sistem perundang-undangan negara anggota. [5]
                        Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah ketentuan yang menekankan perlunya ditegakkan dan dilindungi hak-hak dan keselamatan anak di dalam penyelenggaraan peradilan anak guna mewujudkan kesejahteraan fisik dan mental anak. Perampasan kemerdekaan anak harus dipertimbangkan dengan cermat dan dilandaskan pada asas-asas dan prosedur yang tertuang dalam resolusi ini sendiri dan resolusi 40/33 (Beijing Rules). Perampasan kemerdekaan atas diri anak hanya mungkin sebagai upaya terakhir, itupun hanya dalam jangka waktu minimal dan untuk kasus-kasus tertentu saja. Pihak-pihak yang berwenang wajib secara teratur dan konsisten berupaya meningkatkan kesadaran publik bahwa perhatian terhadap anak dan mempersiapkan anak kembali ke masyarakat, adalah merupakan satu bentuk pelayanan sosial dan sangat penting, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah untuk membuka hubungan antara anak dengan masyarakat. (Bagian 1).
                        Anak menurut resolusi ini adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun. Batas usia minimal untuk seseorang dapat dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan ditentukan oleh undang-undang. Perampasan kemerdekaan sendiri berarti, setiap bentuk penahanan atau penempatan anak dalam lembaga koreksi, dimana anak tidak boleh meninggalkan tempat itu atas kehendak sendiri, atas dasar perintah lembaga pengadilan administrasi atau lembaga publik lainnya. Perampasan kemerdekaan atas diri anak, tetap memperhatikan penghormatan hak-hak anak, pemberikan kegiatan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan self-respect anak, serta mendukung usaha-usaha pengintegrasian anak kembali ke masyarakat. (Bagian II).
                        Anak yang ditahan karena menunggu persidangan hendaknya tetap dianggap tak bersalah dan diperlakukan sebagai demikian itu. Penahanan jenis ini hendaknya dihindarkan dan dibatasi untuk kasus dan situasi tertentu saja. Bilamana penahanan jenis ini tetap dikenakan pada diri anak, maka pengadilan harus memberikan prioritas utama dalam pemprosesan kasusnya, sehingga jangka waktu penahanan tidak berlarut-larut. Anak dalam status ini harus dipisahkan dengan yang berstatus pelaku kejahtan dan didampingi penasehat hukum secara gratis, yang dapat berkomunikasi secara teratur dan dijamin privasinya (Bagian III).
                        Rekaman (records) yang berisi semua laporan termasuk catatan tentang norma hukum yang dituduhkan, kesehatan anak, cara kerja, pendisiplinan dan dokumen-dokumen tentang bentuk isi dan rincian perlakuan terhadap anak harus dibuat dan ditempatkan dalam arsip perorangan yang bersifat rahasia. Anak bila ternyata mendapat kesalahan catatan tentang dirinya, diijinkan untuk mengadakan pembetulan. Bila saatnya anak dilepaskan, maka semua catatan itu harus disegel dan setelah jangka waktu tertentu dihapus, dihilangkan (Bagian IV.1).
                        Disemua tempat dimana anak dirampas kemerdekaannya, catatan lengkap yang tersimpan baik harus disediakan baginya catatan itu meliputi identitas anak, alasan perintah penempatan anak dalam penjara, serta pihak-pihak yang memerintahkan hari dan jam masuknya, pemindahan dan penglepasan, rincian pemberitahuan pada orang tua dan wali yang berisi permasalahan fisik dan kesehatan jiwa anak, khusus bagi anak pecandu narkotika. Pada saat masuk dirumah penjara, ia harus segera diberi copy aturan-aturan yang berlaku ditempat itu. Diskresi tertulis tentang hak-hak dan kewajiban yang dituangkan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, beserta alamat-alamat pihak yang berwenang menerima keluhan, agen pemerintah, dan swasta yang dapat memberikan bantuan hukum. (Bagian IV.2).
                        Anak yang masuk dalam penjara sesegera mungkin harus diwawancarai, dibuat laporan kejiwaan dan sosialnya, diidentifikasikan faktor-faktor lain yang kesemuanya itu nantinya akan berguna untuk penentuan tipe dan tingkat perlakuan serta penyusunan program-program yang sesuai dengan kondisi anak. Perampasan kemerdekaan anak, harus dilandaskan pada pertimbangan yang cermat setelah memperlihatkan status umur, personalitas, jenis kelamin, tipe pelanggaran dan kondisi fisik kejiwaan anak. Penempatan anak dalam tahanan harus dipisahkan dengan orang dewasa, kecuali ada hubungan keluarganya. (Bagian IV.3).
                        Dengan demikian, dari beberapa ketentuan instrumen-instrumen Internasional yang telah diuraikan di atas, menunjukkan betapa pentingnya perlindungan anak dalam upaya mencapai kesejahteraan anak. Khususnya perlindungan anak dalam hukum pidana, berbagai instrumen Internasional mempedomani dan mengatur mulai dari proses penangkapan, penahanan, penuntutan, persidangan sampai anak ditempatkan dalam lembaga, yang menghormati hak-hak asasi anak.

***

DAFTAR PUSTAKA

Muladi dan Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1992.

Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1997.

Convention on The Rights of The Child atau disebut juga Konvensi Hak-Hak Anak 1989 (Resolusi MU PBB 44/25).

Deklaration of The Rights of The Child atau disebut juga Deklarasi Hak-Hak Anak 1959.

United Nations Standart Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules).

United Nations Guidelines For The Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidlines).

United Nations Rules for the Protection of Juvenile Diprived of Their Liberty.

                                
     



            [1] Muladi dan Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni (Bandung, 1992), Hlm : 107.
            [2] Paulus Hadisuprapto dalam Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1997, Hlm 105.
            [3] Ibid, Hlm 86.
            [4] Ibid, Hlm 100.
            [5] Ibid, Hlm 112-113.