Rabu, 03 Agustus 2016

PENGGOLONGAN DAN JENIS-JENIS NARKOTIKA

PENGGOLONGAN DAN JENIS-JENIS NARKOTIKA
      Pada dasarnya Narkotika berasal dari alam dan hasil proses kimia (sintetis). Wresniworo menyatakan bahwa menurut cara atau proses pengolahannya, Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : [1]
1.   Narkotika alam adalah Narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman yang dapat dikelompokkan dari tiga jenis tanaman masing-masing :
a).  Opium atau candu, yaitu hasil olahan getah dari buah tanaman papaver somniferum. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah opium mentah, opium masak dan morfin. Jenis opium ini berasal dari luar negeri yang diselundupkan ke Indonesia, karena jenis tanaman ini tidak terdapat di Indonesia.
b).  Kokain, yang berasal dari olahan daun tanaman koka yang banyak terdapat dan diolah secara gelap di Amerika bagian selatan seperti Peru, Bolivia, Kolombia.
c).  Canabis Sativa atau marihuana atau yang disebut ganja termasuk hashish oil (minyak ganja). Tanaman ganja ini banyak ditanam secara ilegal didaerah khatulistiwa khususnya di Indonesia terdapat di Aceh.
      2.   Narkotika semi sintetis, yang dimaksud dengan Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang dibuat dari alkaloida opium dengan inti penathren dan diproses secara kimiawi untuk menjadi bahan obat yang berkhasiat sebagai Narkotika. Contoh yang terkenal dan sering disalahgunakan adalah heroin dan codein.
      3.   Narkotika sintetis, Narkotika golongan ini diperoleh melalui proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia, sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek Narkotika seperti Pethidine, Metadon dan Megadon.

      Berkaitan dengan penggolongan Narkotika, diatur dalam Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :
      a.   Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
      b.   Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang tinggi mengakibatkan ketergantugan.
      c.   Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengembangan pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

      Berkaitan dengan penggolongan Narkotika di atas, pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang memberikan pengaturan rinci tentang daftar Narkotika golongan I yang terdiri dari 65 jenis, Narkotika golongan II terdiri dari 86 jenis, Narkotika golongan III terdiri dari 14 jenis, di mana jenis Narkotika sintetis yang pada awalnya merupakan kategori Psikotropika golongan I dan golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi saat ini khususnya di bidang farmasi, telah banyak ditemukan Narkotika sintetis jenis-jenis baru yang belum diatur dalam lampiran undang-undang Narkotika.
      Berdasarkan penggolongan Narkotika di atas, adapun jenis-jenis Narkotika yang sering disalahgunakan dan banyak beredar di pasaran gelap Narkotika, sebagai berikut:
1.   Candu
            Candu atau opium merupakan sumber utama dari Narkotika alam yang dapat menghasilkan berbagai jenis Narkotika dari akoloida candu seperti morphine dan heroin. Candu berasal dari tanaman pavaver somniferum L dan dari keluarga papaveraceae yang juga disebut papaver nigrum dan pavot somnifere. Tanaman ini berasal dari Timur Tengah yang kemudian dibawa oleh pedagang dan menyebar ke timur sampai India dan Cina. Tanaman ini mempunyai buah muda yang jika digores akan mengeluarkan getah seperti susu (opium), jika kering berwarna coklat kehitam-hitaman yang disebut candu mentah (raw opium) yakni bahan mentah candu.[2]                                                                                          
            Dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud dengan candu adalah :
            1.   Tanaman papaver somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
            2.   Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman papaver somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
            3.   Opium masak terdiri dari :
                  a.   Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
                  b.   Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
                  c.   Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.           

            Tanaman candu mengandung senyawa alkoloida sehingga mempunyai khasiat fisiologis yang dapat digunakan untuk analgetik atau penghilang rasa sakit. Dari kandungan alkoloida yang dimiliki, jika dioleh lebih lanjut dengan menambahkan  senyawa basa pada kandungan alkoloida tersebut, dapat menghasilkan alkoloida jenis lainnya seperti morphine, codein, papaverin, dan heroin. [3]
            Candu atau opium termasuk jenis depressant yang mempunyai pengaruh hypnotics dan tranglizers. Depressant yaitu merangsang sistem saraf parasimpatis, yang dalam dunia kedokteran dipakai sebagai penghilang rasa sakit yang kuat, namun apabila disalahgunakan akan menimbulkan akibat yang buruk bagi pemakainya. [4]
            Smite Kline menyatakan bahwa gejala putus obat dari candu yaitu :[5]
            1.   Gugup, cemas dan gelisah;
            2.   Pupil mengecil dan bulu roma berdiri;
            3.   Sering menguap, mata dan hidung berair, berkeringat;
            4.   Badan panas dingin, kaki dan punggung terasa sakit;
            5.   Diare, tidak dapat istirahat dan muntah-muntah;
            6.   Berat badan dan nafsu makan berkurang, tidak bisa tidur;
            7.   Pernafasan bertambah kencang, temperatur dan tekanan darah bertambah;
            8.   Perasaan putus asa.          

2.   Morphine
            Morphine merupakan nama yang diberikan oleh serorang ahli farmasi Jerman bernama Serturner yang menemukannya pada tahun 1803, yang berasal dari kata morpheus yang merupakan dewa mimpi dalam masyarakat Yunani. Morphine berasal dari candu mentah dengan kadar berkisar 2,5%-25% yang berkhasiat untuk analgetik (penghilang rasa sakit) yang sangat kuat, dapat menurunkan kesadaran, menghambat pernafasan, menghilangkan refleks batuk, dan menimbulkan rasa nyaman, yang kesemuanya berdasarkan penekanan susunan syaraf pusat. [6]
            Morphine termasuk jenis Narkotika yang membahayakan dan memiliki daya ekskalasi yang relatif cepat, di mana untuk memperoleh rangsangan yang diinginkan, selalu memerlukan penambahan dosis dari pemakaian sebelumnya untuk mendapatkan efek yang sama, yang nantinya lambat laun dapat membahayakan jiwa pemakainya. [7]
            Penyalahgunaan morphine dilakukan dengan cara dicampur dengan tembakau kemudian dihisap seperti rokok, dengan jalan diminum, disuntikan pada lengan bagian bawah sebelah dalam, atau digosokkan pada goresan silet pada bagian bawah lengan bagian dalam. Adapun bahaya-bahaya yang timbul setelah penyalahgunaan morphine terhadap pemakai adalah : [8]
            1.   Otak dan syaraf bekerja keras karena diforsir secara tidak wajar;
            2.   Pengotoran pada darah dan akan memaksakan jantung bekerja keras;
            3.   Pernafasan dan denyut jantung bertambah cepat;
            4.   Penggunaan yang over dosis atau karena morphine palsu dapat mengakibatkan pingsan dan kematian;
            5.   Timbulnya ketergantungan secara jasmaniah dan rohani;
            6.   Timbulnya kecanduan atau ketagihan;
            7.   Timbulnya keadaan yang serius karena putus obat.

3.   Heroin
            Nama heroin diambil dari kata hero dalam bahasa Jerman yaitu Heroic yang artinya pahlawan. Heroin atau diasetilmorfin adalah obat semi sintetik yang dihasilkan dari reaksi kimia antara morphine dengan asam asetal anhidrat, yang pertama kali berhasil ditemukan oleh pabrik farmasi Bayer dengan cara mensintesis dari bahan morphine, dan pertama kali dicoba untuk penekan dan melegakan batuk dan penghilang rasa sakit (analgesik), menekan aktivitas depresi dalam sistem syaraf, melegakan nafas dan jantung, juga dapat membesarkan pembuluh darah dan memberikan kehangatan serta melancarkan pencernaan. [9]      
            Heroin mempunyai efek lebih kuat serta halusinasi lebih tinggi daripada morfin di mana dosis 3 mg heroin sama dengan 10 mg morphine, dan mempunyai bahaya jauh lebih besar dari manfaatnya, sehingga tidak lagi digunakan dalam dunia kedokteran, dan kemudian dilarang untuk diproduksi di Amerika Serikat pada tahun 1924, yang memicu industri gelap yang mengambil lokasi di segi tiga emas (Myanmar, Thailand dan Laos), dan di wilayah Asia lainnya seperti Afganistan dan Pakistan. [10]
            Akibat pemakaian heroin pada dasarnya sama dengan akibat-akibat yang diderita oleh pecandu morphine, namun karena sifatnya lebih lipofil daripada morphine, maka heroin lebih cepat menembus syaraf dibanding dengan morphine. Selain ketergantungan fisik dan psikis, dapat menyebabkan euforia, badan terasa sakit, mual dan muntah, miosis dan mengantuk, konstipasi, kejang saluran empedu, sukar buang air kecil, kegagalan pernafasan, mengakibatkan sulit untuk konsentrasi, dan bila kelebihan dosis menimbulkan kematian.[11]
4.   Ganja
            Ganja berasal dari tanaman cannabis yang mempunyai varietas cannabis sativa, cannabis indica dan cannabis americana. Asal tanaman ganja tidak diketahui secara pasti apakah berasal dari Asia Selatan, Asia Barat atau Asia Tengah, juga ada yang mengatakan dari India, Lebanon dan Maroko. Dalam sejarah, tanaman ganja pertama kali digunakan sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri pada waktu pembedahan oleh Kaisar Cina bernama Shen Nung pada tahun 2.700 SM. [12]
            Penyalahgunaan ganja mempunyai efek secara fisik adalah : [13]
            1.   Timbulnya ataxia atau hilangnya koordinasi kerja otot dengan syaraf sentral;
            2.   Hilang atau kurangnya kerdipan mata;
            3.   Gerak refleks tertekan;
            4.   Menyebabkan kadar gula darah turun naik;
            5.   Nafsu makan bertambah;
            6.   Mata menyala dan merah.

            Sedangkan efek pemakaian ganja secara psikis adalah : [14]
            1.   Timbulnya sensasi psikis;
            2.   Gembira, tertawa tanpa sebab;
            3.   Lalai, malas;
            4.   Senang dan banyak bicara;
            5.   Terganggunya daya sensasi dan persepsi, khususnya terhadap ruang dan waktu;
            6.   Lemahnya daya pikir dan daya ingatan;
            7.   Cemas dan sensitif;
            8.   Bicaranya ngelantur.                                

5.   Kokain
            Cocaine adalah suatu alkoloida yang berasal dari daun  tanaman erythroxylon coca L yang banyak tumbuh di dataran tinggi Andes Amerika Selatan, khususnya Peru dan Bolivia. Untuk memperoleh cocaine, dilakukan dengan cara memetik daun coca lalu dikeringkan, kemudian diolah dengan menggunakan bahan-bahan kimia, yang biasanya menghasilkan serbuk cocaine berwarna putih dengan rasa pahit. [15]
            Efek penggunaan kokain yang paling penting pada tubuh pemakainya, yaitu :[16]
            1.   Efek anaestesi lokal yaitu kemampuan untuk memblokade konduksi syaraf.
            2.   Efek terhadap susunan syaraf pusat yang menyebabkan banyak bicara, gelisah, euforia, kekuatan mental bertambah, kapasitas kerja otot meningkat karena kemungkinan disebabkan berkurannya rasa lelah.
            3.   Efek terhadap jantung, yaitu dalam dosis kecil memperlambat denyut jantung, dalam dosis sedang membuat denyut jantung bertambah, dalam dosis besar menyebabkan kematian mendadak karena payah jantung sebagai akibat efek toksis (racun) pada otot jantung.
            4.   Efek terhadap suhu badan, yaitu menyebabkan kenaikan suhu badan.

6.   Amphetamine
            Amphetamine pertama kali ditemukan oleh Ogato dari Jepang pada tahun 1919 yang digunakan sebagai obat asma dan obat inhaler (obat sedot hidung). Amphetamine kemudian digunakan oleh militer untuk kepentingan perang guna meningkatkan kemampuan, daya kerja, membuat tetap siaga dan terjaga, meningkatkan daya tahan, serta sebagai obat reaksi akibat terhadap depresi. Setelah menggunakan amphetamine, pemakai akan mengalami mulut kering, sakit kepala, gelisah dan tidak bisa tidur, dalam dosis tinggi akan menimbulkan rasa lelah, depresi, halusinasi, serta menaikkan tekanan darah. [17]
            Efek penggunaan amphetamine dalam jangka panjang, akan menimbulkan ketergantungan secara fisik dan psikis, bila dihentikan akan menimbulkan gejala putus obat. Dalam penyalahgunaannya, untuk memperoleh hasil yang diinginkan, pemakai harus menaikkan dosis beberapa kali lipat dari dosis pengobatan, apabila dihentikan pemakai akan mengalami depresi, lelah yang amat sangat, merasa bosan dan sering lapar, dan bila pemakaian berlebihan (over dosis), akan menimbulkan kerusakan pembuluh darah dan menimbulkan kegagalan denyut jantung. [18]
7.   Ekstacy
            Ekstacy terbuat dari bahan dasar amfetamine atau MDMA  dan senyawa-senyawa lain seperti DMA, MDA atau MMDA. Ekstacy bekerja sebagai perangsang (stimulansia) yang berbentuk tablet, kapsul atau serbuk yang dalam penggunaannya dapat diminum dengan air atau dihirup lewat hidung. Efek pemakaian ekstacy setelah ditelan langsung menyerang susunan syaraf pusat, yang menyebabkan perubahan pada aktifitas mental dan perilaku, membuat pemakainya menjadi percaya diri, riang dan merasa gembira, bila dinikmati sambil mendengarkan musik yang hingar bingar, membuat pemakainnya tak henti-hentinya menggoyangkan kepalanya (tripping). [19]
            Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan ekstacy mirip dengan amphetamine karena bahan dasar pembuatan ekstacy adalah amphetamine. Demikian juga ekstacy, menimbulkan ketergantungan, bila pemakainnya diputus akan mengakibatkan perasaan lelah, tidur panjang, depresi berat, sehingga pecandu melakukan apa saja untuk mendapatkan ekstacy, dan akan berusaha menaikkan dosis untuk mendapatkan efek yang sama. Bila pemakaiannya berlebih (over dosis), pecandu akan mengalami gejala gemetar, tidak dapat tidur, halusinasi, muntah, kejang, diare, dan meninggal dunia. [20]
8.   Sabu
            Sabu merupakan istilah terhadap zat metafetamine yang mempunyai sifat stimulansia yang lebih kuat dibandingkan turunan amfetamine lainnya. Sabu dapat dibuat dengan mudah di laboratorium-laboratorium ilegal dari bahan yang relatif murah dengan menggunakan timah asetat sebagai reagen. Sabu berbentuk seperti kristal putih mirip bumbu penyedap rasa, yang tidak berbau namun rasanya menyengat, dan mudah larut dalam air dan alkohol. Pemakaian Sabu pada umumnya dengan cara dibakar diatas kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut bong, atau cara lain dengan dicampur pada tembakau rokok kemudian dihisap, melalui suntikan, atau dihirup melalui hidung. [21]                          Akibat dari penggunaan Sabu dapat menekan nafsu makan sehingga dapat menurunkan berat badan, menimbulkan gejala-gejala seperti depresi, nyeri, lemah seluruh badan, agresif dan hasrat untuk menggunakan Sabu kembali. Dalam jangka panjang, penggunaan Sabu akan menimbulkan : [22]
            1.   Gangguan serius pada kejiwaan dan mental;
            2.   Jantung (denyut jantung tidak teratur);
            3.   Pembuluh darah rusak.
            4.   Metabolisme tubuh;
            5.   Rusaknya ujung syaraf dan otot;
            6.   Kehilangan berat badan mencolok;
            7.   Tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat;
            8.   Terjadi radang hati.          




            [1] Wresniworo, Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya, Jakarta : Yayasan Mitra Bintibmas Bina Dharma Pemuda, 1999, Hlm 28.
            [2] Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung : Mandar Maju, 2003, Hlm 35-36.
            [3] Ibid, Hlm 40.
            [4] Moh. Taufik Makaro (et al), Tindak Pidana Narkotika, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005, Hlm 22.
            [5] Hari Sasangka, Op cit, Hlm 41.
            [6] Ibid, Hlm 42.
            [7] Moh. Taufik Makaro et all, Op cit, Hlm 23.
            [8] M. Ridha Ma’roef dalam Hari Sasangka, Op cit, Hlm 43.
            [9] Ibid, Hlm 45.
            [10] Ibid.
            [11] Ibid, Hlm 47.
            [12] Ibid, Hlm 47-49.
            [13] Ibid, Hlm 54.
            [14] Ibid..
            [15] Moh. Taufik Makaro et all, Op cit, Hlm 24.
            [16] Hari Sasangka, Op cit, Hlm 60-61.
            [17] Ibid, Hlm 70.
            [18] Ibid, Hlm 73-74.
            [19] Ibid, Hlm 74-75.
            [20] Ibid, Hlm 78.
            [21] Ibid, Hlm 78-79.
            [22] Ibid, Hlm 82.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar