PERAN AMDAL DALAM MEWUJUDKAN
PEMBANGUNAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Merosotnya
kualitas lingkungan yang disertai dengan semakin menipisnya persediaan sumber
daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan telah menyadarkan
manusia betapa pentingnya dukungan lingkungan dan peran sumber daya alam
terhadap kehidupan di alam semesta. Lingkungan tidak dapat mendukung jumlah
kehidupan yang tanpa batas. Apabila bumi ini sudah tidak mampu lagi menyangga
ledakan jumlah manusia beserta aktivitasnya, maka manusia akan mengalami
berbagai kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak harus dikendalikan
dan aktivitas manusianya pun harus memperhatikan kelestarian lingkungan.[1]
Pelestarian
lingkungan hidup mempunyai arti bahwa lingkungan hidup harus dipertahankan
sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hidup itu justru dimanfaatkan
dalam kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hidup mengalami
proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar lingkungan hidup
itu tetap mampu menunjang kehidupan yang normal.
Jika
kondisi alam dan lingkungan sekarang dibandingkan dengan kondisi beberapa puluh
tahun yang lalu, maka segera terasa perbedaan yang sangat jauh. Pembangunan
telah membawa kemajuan yang besar bagi kesejahteraan rakyat, di balik itu telah
terjadi pula perubahan lingkungan. Sebagai negara yang sedang berkembang,
Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang.
Pembangunan di sini merupakan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya, di mana
peningkatan manfaat itu dapat dicapai dengan menggunakan lebih banyak
sumberdaya. [2]
Hakikat
pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup: (1)
kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2)
kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan
lain-lain; serta (3) kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana
tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.[3]
Pembangunan
yang membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan perubahan pada
lingkungan. Perubahan pada lingkungan telah melahirkan dampak negatif. Sebagai
contoh, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya perumahan-perumahan
yang berdiri di atas lahan-lahan pertanian yang masih produktif mengakibatkan
sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak untuk membuka atau
menggarap lahan marginal seperti tanah di tepi sungai, di bukit dan di gunung,
serta pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang dapat berakibat
terjadinya erosi tanah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan.[4]
Pembangunan
fisik yang tidak di dukung oleh usaha kelestarian lingkungan akan mempercepat
proses kerusakan alam. Kerusakan alam tersebut, sebagian besar diakibatkan oleh
kegiatan dan perilaku manusia itu sendiri yang tidak berwawasan lingkungan.
Untuk itu perlu diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. [5]
Pembangunan berwawasan
lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber
daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup.[6] Sedangkan pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development) di definisikan sebagai
pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan
generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.[7]
Lahirnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan di dorong oleh lahirnya kesadaran
terhadap masalah-masalah lingkungan dan lahirnya hukum lingkungan sebagai
konsep yang mandiri, terdorong oleh kehendak untuk menjaga, membina dan
meningkatkan kemampuan lingkungan dan sumber daya alam agar dapat mendukung
terlanjutkannya pembangunan. Lingkungan
hidup seharusnya dikelola dengan baik agar dapat memberikan kehidupan dan
kesejahteraan bagi manusia.
Unsur penting bagi tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup di mana pun berada. Manusia dengan lingkungannya senantiasa terjadi interaksi yang aktif dan kontinyu. Dia mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa dikatakan membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan manusia terhadap alam tidak hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan dan mineral saja, tapi saling tergantung dan berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi. Namun demikian, manusia dimanapun juga selalu memperoleh predikat yang demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of Destruction).[8]
Unsur penting bagi tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup di mana pun berada. Manusia dengan lingkungannya senantiasa terjadi interaksi yang aktif dan kontinyu. Dia mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa dikatakan membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan manusia terhadap alam tidak hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan dan mineral saja, tapi saling tergantung dan berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi. Namun demikian, manusia dimanapun juga selalu memperoleh predikat yang demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of Destruction).[8]
Setiap orang mempunyai
hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebaliknya setiap orang juga
mempunyai kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan
menanggulangi perusakan lingkungan hidup. Hak dan kewajiban ini dapat
terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta
dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut berarti pula bahwa hak
dan kewajiban itu dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan
kewajiban itu mempunyai hak akses terhadap data dan informasi mengenai keadaan
dan kondisi lingkungan hidup. [9]
Subjek
hukum yang berada di pemerintahan mempunyai peran yang sangat strategis yaitu
mengeluarkan kebijakan dan mengawasinya. Subjek hukum yang bergerak di sektor
dunia usaha berperan langsung untuk mencemari atau tidak mencemari lingkungan
hidup. Subjek hukum yang bergerak di
sektor pendidikan mempunyai peran penting untuk jangka panjang karena akan
membentuk manusia yang seutuhnya agar mempunyai wawasan dan kepedulian terhadap
lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan suatu bentuk pengaturan dan hukum yang tegas.
Hukum
lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan berfungsi
untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan agar
lingkungan dan sumberdaya alam tidak terganggu kesinambungan dan daya
dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan berfungsi sebagai sarana penindakan
hukum bagi perbuatan-perbuatan yang merusak atau mencemari lingkungan hidup dan
sumber daya alam.[10]
Selain
itu, eksistensi hukum harus dipandang dari dua dimensi. Di satu pihak hukum
harus dilihat sebagai suatu bidang atau lapangan yang memerlukan pembangunan
dan pembinaan, di sini hukum berfungsi sebagai objek pembangunan. Di pihak
lain, dimensi hukum sebagai sarana penunjang terlanjutkannya pembangunan. Hukum
harus mampu berperan sebagai sarana pengaman pelaksanaan pembangunan beserta
hasil-hasilnya. Tegasnya, hukum lingkungan harus mampu berperan sebagai sarana
pengaman bagi terlanjutkannya pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan sudah sepatutnya
dipikirkan lebih lanjut oleh bangsa ini. Salah satu kunci pembangunan
berwawasan lingkungan adalah yang sering kita dengar meski belum jauh kita
pahami, yaitu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mengajak
manusia untuk memperhitungkan resiko dari aktifitasnya terhadap lingkungan.
Penyusunan AMDAL di dasarkan pada pemahaman bagaimana alam ini tersusun,
berhubungan dan berfungsi. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah interaksi
antara kekuatan-kekuatan sosial, teknologi dan ekonomis dengan lingkungan dan
sumber daya alam. Pemahaman ini memungkinkan adanya prediksi tentang
konsekuensi tentang pembangunan.
Konsep AMDAL pertama kali tercetus di Amerika Serikat pada tahun 1969
dengan istilah Environmental Impact Assesment (EIA), akibat dari
bermunculannya gerakan-gerakan dari aktivis lingkungan yang anti pembangunan
dan anti teknologi tinggi.[11]
AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang sedang
direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan. AMDAL mempunyai maksud sebagai alat untuk merencanakan tindakan
preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh
suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan.
Di
Indonesia, AMDAL tertera dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1999. Dengan demikian AMDAL merupakan sarana teknis
yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak negatif dan positif yang akan
ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup.
Dengan
dilaksanakannya AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap rencana suatu
kegiatan telah di dasarkan kepada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian di
atas, maka permasalahan yang kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan
pembangunan yang tidak merusak lingkungan dan sumber-sumber daya alam, sehingga
pembangunan dapat meningkatkan kemampuan lingkungan dalam mendukung terlanjutkannya pembangunan.
Dengan dukungan kemampuan lingkungan yang terjaga dan terbina keserasian dan
keseimbangannya, pelaksanaan pembangunan, dan hasil-hasil pembangunan dapat
dilaksanakan dan dinikmati secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di
atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimanakah Peran
Amdal dalam mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui Peranan Amdal dalam mewujudkan Pembangungan Berwawasan Lingkungan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini memberikan kegunaan
dalam mengembangkan kajian ilmu hukum Lingkkungan serta dapat menjadi bahan
referensi kepada Instansi terkait, mahasiswa dan masyarakat serta praktisi
hukum khususnya tentang Peranan Amdal dalam mewujudkan Pembangunan Berwawasan
Lingkungan.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pembangungan
dan Lingkungan Hidup
Peningkatan usaha
pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan sumber daya untuk mendukung
pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan dalam lingkungan hidup
manusia. Pembangunan ini merupakan proses dinamis yang terjadi pada salah satu
bagian dalam ekosistem yang akan mempengaruhi seluruh bagian. Kita tahu bahwa
pada era pembangunan dewasa ini, sumber daya bumi harus dikembangkan semaksimal
mungkin secara bijaksana dengan cara-cara yang baik dan seefisien mungkin.[12]
Dalam pembangunan, sumber alam
merupakan komponen yang penting karena sumber alam ini memberikan kebutuhan
asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan sumber alam tadi hendaknya keseimbangan
ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek
pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa
membahayakan kehidupan umat.
Kerugian-kerugian dan
perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, dengan keuntungan
yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya
dalam setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian
lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan
umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut.
Beberapa
hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian,
antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber daya alam yang diketahui dan
diperlukan, akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam termasuk
kekayaan hayati dan habisnya deposit kekayaan alam tersebut. Bagaimana cara
pengelolaannya, apakah secara tradisional atau memakai teknologi modern,
termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan, terhadap
memburuknya lingkungan serta kemungkinan menghentikan pengrusakan lingkungan
dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya.
Hal-hal tersebut di atas hanya
merupakan sebagian dari daftar persoalan, atau pertanyaan yang harus
dipertimbangkan bertalian dengan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar
menggambarkan masalah lingkungan yang masih harus dirumuskan kedalam
pertanyaan-pertanyaan konkrit yang harus dijawab. Setelah ditemukan
jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan tadi, maka disusun
pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa
industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan
hidup.
Maka dalam rangka pembangunan
dan pemanfaatan sumber-sumber alam yang dapat diperbaharui, hendaknya selalu
diingat dan diperhatikan hal-hal sebagai berikut : [13]
1.
Generasi yang akan datang harus tetap mewarisi suatu alam
yang masih penuh sumber kemakmuran untuk dapat memberi kehidupan kepada mereka.
2.
Tetap adanya keseimbangan dinamis diantara unsur-unsur
yang terdapat di alam.
3.
Dalam penggalian sumber-sumber alam harus tetap dijamin
adanya pelestarian alam, artinya pengambilan hasil tidak sampai merusak
terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tersebut.
4.
Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap dengan
lingkungan dan terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, maupun
kebutuhan spiritual.
Selain itu, dalam
perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan dan penggalian sumber daya alam
untuk kehidupan harus disertai dengan: [14]
1.
Strategi pembangunan yang sadar akan permasalahan
lingkungan hidup, dengan dampak ekologi yang sekecil-kecilnya.
2.
Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan
mewujudkan persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik untuk
puluhan tahun yang akan datang (kalau mungkin untuk selamanya).
3.
Eksploitasi sumber hayati didasarkan tujuan kelanggengan
atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen hasil tidak akan
menghancurkan daya autoregenerasinya.
4.
Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan
penghidupan, hendaknya dengan tujuan mencapai suatu keseimbangan dinamis dengan
lingkungan hingga memberikan keuntungan secara fisik, ekonomi, dan sosial
spiritual.
5.
Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan
tadi, dalam rangka menjaga kelestraian lingkungan.
6.
Pemakaian sumber alam yang tidak dapat diganti, harus
sehemat dan seefisien mungkin.
B. Pembangunan Berwawasan
Lingkungan
Lingkungan hidup
Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing-masing
sebagai subsistem yang meliputi aspek
sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara
subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang
berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung
lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem yang juga
berarti meningkatkan ketahanan subsistem.[15]
Menurut Emil Salim,
secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan,
dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi
hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soedjono mengartikan
lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan
meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam.[16]
Menurut
Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pengertian pembangunan
berwawasan lingkungan menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997
adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara
bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.
Mengacu pada The World Commission on Environmental and Development (WCED),
menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah proses
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang tanpa
mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich, menyebutkan tentang pembangunan
berkelanjutan dengan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada
tingkat yang sama atau kalau bisa lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan
sekarang. [17]
Pembangunan
berkelanjutan yang dikonsep oleh Stren, While, dan Whitney sebagai suatu
interaksi antara tiga sistem : sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi,
dan sistem sosial, yang dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan:
ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tersebut menjadi semakin sulit
dilaksanakan terutama di Negara berkembang.
Menurut Hariyadi,
pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan agar sumber daya alam
dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan mendatang,
generasi demi generasi dan khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup pemikiran aspek
lingkungan hidup sedini mungkin dan pada setiap tahapan pembangunan yang
memperhitungkan daya dukung lingkungan dan pembangunan di bawah nilai ambang
batas. [18]
Sejak dilaksanakannya Konferensi
Stockholm 1972, masalah-masalah lingkungan hidup mendapat perhatian secara
luas dari berbagai bangsa. Sebelumnya, sekitar tahun 1950-an masalah-masalah
lingkungan hidup hanya mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Sejak saat itu
berbagai himbauan dilontarkan oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu tentang
adanya bahaya yang mengancam kehidupan, yang disebabkan oleh pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup.[19]
Masalah
lingkungan pada dasarnya timbul karena :[20]
1.
Dinamika penduduk
2.
Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang
bijaksana.
3.
Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan
dan teknologi maju.
4.
Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi
yang seharusnya positif.
5.
Benturan tata ruang.
Selanjutnya, menurut Munajat Danusaputro, membagi
permasalahan lingkungan menjadi Empat K atau the four P’s (Proverty,
Population, Pollution, and Policy) : [21]
1. Masalah
lingkungan yang bersumber dari kemiskinan (atau ketamakan) ;
2. Masalah
lingkungan yang bersumber dari kependudukan ;
3. Masalah
lingkungan yang bersumber dari kekotoran dan kerusakan ;
4. Masalah
lingkungan yang bersumber dari kebijaksanaan.
Dengan adanya Stockholm Declaration,
perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang kuat. Keuntungan yang
tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara
para ahli hukum dengan menggunakan Stockholm Declaration sebagai referensi
bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup
didorong oleh hasil kerja World Commission on the Environment and
Development (WCED). [22]
WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan
dari enam sudut pandang, yaitu:[23]
1.
Keterkaitan (interdependency)
Sifat
perusakan yang kait mengkait (interdependent) diperlukan pendekatan lintas
sektoral antar negara.
2.
Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai
pengembangan sektoral memerlukan sumber daya alam yang harus dilestarikan
kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu
perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan wawasan
lingkungan.
3.
Pemerataan (equity)
Desakan
kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan,
untuk perlu diusahakan kesempatan merata untuk memperoleh sumber daya alam bagi
pemenuhan kebutuhan pokok.
4.
Sekuriti dan risiko lingkungan (security and
environmental risk)
Cara-cara
pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada lingkungan turut
memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi dalam pembangunan
berwawasan lingkungan.
5.
Pendidikan dan komunikasi (education and communication)
Penduduk
dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk ditingkatkan di berbagai
tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat.
6.
Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola
kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan sektoral,
sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Karena itu perlu
dikembangkan pula kerjasama yang lebih mampu menanggapi pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Untuk menganalisis
berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan,
maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut di atas, masalah-masalah
tersebut misalnya adalah sebagai berikut : [24]
1. Perspektif
kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi dan lingkungan ;
2. Pengembangan energi berwawasan lingkungan,
termasuk masalah CO2, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, dan
konversi sumber energi yang bisa diperbaharui dan lain-lain;
3. Pengembangan
industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya masalah pencemaran kimia,
pengelolaan limbah dan daur ulang ;
4. Pengembangan pertanian berwawasan lingkungan,
termasuk erosi lahan, diversifikasi, hilangnya lahan pertanian, terdesaknya
“habitat wildlife” ;
5. Kehutanan, pertanian dan lingkungan, termasuk
hutan tropis dan diversitas biologi ;
6. Hubungan ekonomi internasional dan lingkungan,
termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan
perdagangan, dan internasional externalities; dan
7. Kerjasama internasional.
Selanjutnya dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD)
yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan tanggal 26 Agustus-4
September 2002, ditegaskan kembali kesepakatan untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development) dengan menetapkan The
Johannesburg Declaration on Sustainable Development” yang terdiri atas : [25]
1. From our Origins to the Future
2. From Stockholm to Rio de Janeiro to
Johannesburg
3. The
Challenge we Face
4. Our Commitment to Sustainable Development
5. Making it Happen!
Sebagai tindak lanjut
ditetapkan pula World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation
yang mengedepankan integrasi tiga komponen pembangunan berkelanjutan yaitu
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan sebagai
tiga pilar kekuatan.
Konferensi
Nasional Pembangunan Berkelanjutan (KNPB) yang dilaksanakan di Yogjakarta
tanggal 21 Januari 2004, telah menghasilkan Kesepakatan Nasional dan Rencana
Tindak Pembangunan Berkelanjutan dan menjadi dasar semua pihak untuk menetapkan
kebijaksanaan dan melaksanakannya. [26]
Dalam kaitannya dengan
hal di atas, menurut Emil Salim terdapat lima pokok ikhtiar yang perlu
dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan yang
berwawasan lingkungan, yaitu:[27]
1.
Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan
kesadaran saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan
hidup adalah memuat hubungan saling kait mengkait dan hubungan saling
membutuhkan antara satu sektor dengan sektor lainnya, antara satu negara dengan
negara lain, bahkan antara generasi sekarang dengan generasi mendatang. Oleh
karena itu diperlukan sikap kerjasama dengan semangat solidaritas.
2.
Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan
kemampuan sumber alam dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia
yang terus menerus meningkat perlu dikendalikan untuk disesuaikan dengan pola
penggunaan sumber alam secara bijaksana.
3.
Mengembangkan sumber daya manusia agar
mampu menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
4.
Mengembangkan kesadaran lingkungan di
kalangan masyarakat sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat.
5.
Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat yang dapat mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi
masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
C. Pengembangan Sistem
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan
suatu standar yang tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga penting bagi
kebijakan lingkungan sebaik mungkin.[28]
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) telah diletakan sebagai tujuan yang hendak diwujudkan dalam
pengelolaan lingkungan hidup atau pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Dalam praktek selama ini, telah terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak
terkendali yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. [29]
Adapun ciri-ciri pembanguan yang
berkelanjutan meliputi:[30]
1.
Menjaga kelangsungan hidup manusia
dengan cara melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya,
secara langsung maupun tidak langsung.
2.
Memanfaatkan sumber daya alam secara
optimal dalam arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi
pengelolaan mampu menghasilkannya secara lestari.
3.
Memberi kesempatan kepada sektor dan
kegiatan lainnya di daerah untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu
yang sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkelanjutan.
4.
Meningkatkan dan melestarikan kemampuan
dan fungsi ekosistem untuk memasok sumber daya alam, melindungi serta mendukung
kehidupan secara terus menerus.
5.
Menggunakan prosedur dan tata cara yang
memperhatikan kelestarian fngsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung
kehidupan baik sekarang maupun masa yang akan datang.
Dalam upaya mendukung
tujuan pembangunan yang berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan
unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur
lingkungan yang menjadi satu paket dengan kegiatan pembangunan yang
berkelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hidup dan
mempertahankan dan/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.[31]
Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup merupakan bagian dari setiap kegiatan yang berkaitan,
baik secara sektoral maupun regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui
pembentukan suatu sistem tata laksana dan tata cara yang dapat memantapkan
kerjasama antar berbagai lembaga. Salah satu lembaga yang dapat dikembangkan
untuk meningkatkan keterpaduan antar sektor dalam pembangunan yang
berkelanjutan ini adalah prosedur AMDAL yang merupakan sistem terpadu antar
sektor yang membimbing dan menilai serta menyerasikan tindak lanjut dari hasil
AMDAL suatu kegiatan di lokasi tertentu.[32]
Penyelamatan
dan pengelolaan lingkungan hidup serta proses pembangunan berkelanjutan pada
umumnya merupakan suatu proses pembaruan yang memerlukan wawasan, sikap dan
prilaku yang baru yang didukung oleh nilai-nilai dan kaidah-kaidah. Wawasan ini
dapat diperkaya lagi dengan kearifan tradisional mengenai lingkungan hidup dan
keserasian lingkungan hidup dengan kependudukan.[33]
Peran
serta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya
meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup. Sumber daya alam menjadi milik bersama akan lebih
terpelihara kelestariannya apabila seluruh masyarakat memahami dan
memeliharanya.[34]
D. Prinsip-prinsip
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan dilakukan oleh setiap negara, baik
negara maju maupun negara berkembang dengan maksud untuk menyejahterakan
warganya. Tetapi yang menjadi keprihatinan sekarang adalah adanya desakan
semakin keras untuk melanjutkan pola pembangunan konvensional., terutama di
negara berkembang disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin banyak dan
keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup parah.[35]
Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup
manusia, maka ada beberapa prinsip kehidupan yang berkelanjutan yang seharusnya
diadopsi ke dalam pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tersebut sebagai
berikut :
1.
Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan.
2.
Memperbaiki kualitas hidup manusia.
3.
Melestarikan daya hidup dan keanekaragaman bumi.
4.
Menghindari sumber daya yang tak terbarukan.
5.
Mengubah sikap dan gaya hidup orang perorang
6.
Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memlihara
lingkungan sendiri.
7.
Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya
pembangunan pelestarian.
8.
Menciptakan kerjasama global.
Kesembilan prinsip diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang baru.
Prinsip-prinsip tersebut mencerminkan pernyataan-pernyataan yang telah sering
muncul dalam berbagai pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan
yang berkelanjutan, dan pelestarian alam.
Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip pembangunan
berkelanjutan, yaitu:[36]
1.
Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi.
2.
Pemeliharaan lingkungan.
3.
Keadilan sosial.
4.
Penentuan nasib sendiri.
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas,
akan bisa terwujud jika didukung oleh pemerintahan yang baik (good
governance). Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan
di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola
kehidupan dan kelembagaan.
Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan
termasuk mengurangi konsumsi dari negara-negara industri, maka agendanya akan
meliputi perubahan perilaku dan gaya hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan
bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material dan jasa daripada
energi dan barang-barang konsumtif.
E. Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL)
Analisis mengenai dampak lingkungan atau Environmental Impact
Analysis (EIA) muncul sebagai jawaban atas keprihatinan tentang dampak
negatif dari kegiatan manusia, khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri
pada tahun 1960-an. Sejak itu AMDAL telah menjadi alat utama untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan dan selalu melekat pada
tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh National
Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun 1997
tentang pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP no 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jika Indonesia mempunyai Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus dibuat jika seseorang ingin mendirikan
suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan, Belanda pun mempunyai milieu effect apportage
disingkat m.e.r. Sebenarnya
Indonesia dan Belanda bukanlah penemu sistem ini, tetapi ditiru dari
Amerika Serikat yang diberi nama Environmental Impact Assesment (EIA). AMDAL
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Menurut Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999, menyebutkan AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
AMDAL sebagai kajian terhadap dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan. Hal ini dimaksudkan agar
pemrakarsa dapat mengikuti kegiatan yang harus dilakukan sesuai rekomendasi.
Selain itu AMDAL akan bermanfaat untuk menghindari kerugian yang lebih besar
bagi pemrakarsa bilamana rencana kegiatan yang hendak dilakukan tidak memenuhi
persyaratan lingkungan. [37]
Pada
dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan proses
yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27
tahun 1999 yang terdiri dari:
1.
Kerangka
Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
2.
Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha atau kegiatan.
3.
Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha
dan atau kegiatan.
4.
Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan
hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha atau
kegiatan.
Tujuan
AMDAL secara umum adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta
menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah komisi penilai AMDAL,
pemrakarsa dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi penilai AMDAL adalah
komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di
Kementrian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda atau
instansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota
berkedudukan di Bapedalda/Instansi pengelola lingkungan hidup kabupaten/Kota.
Unsur
pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak
diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Pemrakarsa adalah orang atau
badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang
terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan;
kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh
ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan
atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat yang
berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena
dampak, dan masyarakat pemerhati.
AMDAL
merupakan instrumen pengelolaan lingkungan yang diharapkan dapat mencegah
kerusakan lingkungan dan menjamin upaya-upaya konservasi. Hasil studi AMDAL
merupakan bagian penting dari perencanaan pembangunan proyek itu sendiri. AMDAL
pada hakekatnya adalah memberikan alternatif untuk meningkatkan dampak positif
dan memberikan alternatif solusi meminimalisasi dampak negatif. [38]
Dalam
peraturan penerapan AMDAL tercermin beberapa prinsip yang dianut, yaitu sebagai
berikut:
1.
Suatu
rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya terhadap
lingkungan hidup.
2.
AMDAL
merupakan instrumen pengambilan keputusan dan merupakan bagian dari proses perencanaan.
3.
Kriteria
dan prosedur untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan hidup harus secara jelas dirumuskan dalam peraturan
perundang-undangan.
4.
Prosedur
AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak.
5.
AMDAL
bersifat terbuka, kecuali yang menyangkut rahasia negara.
6. Keputusan
tentang AMDAL harus dilakukan secara tertulis dengan mengemukakan pertimbangan
pengambilan keputusan.
7.
Pelaksanaan
rencana kegiatan yang AMDAL-nya telah disetujui harus dipantau.
8.
Penerapan
AMDAL dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup yang dirumuskan secara jelas.
9.
Untuk
menerapkan AMDAL diperlukan aparat yang memadai.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan diperuntukkan bagi perencanaan
program dan proyek. Karena itu AMDAL itu sering pula disebut preaudit. Baik
menurut undang-undang maupun berdasarkan pertimbangan teknis. AMDAL bukanlah
alat untuk mengaji lingkungan setelah program atau proyek selesai dan
operasional. Sebab setelah program atau proyek selesai lingkungan telah
berubah, sehingga garis dasar seluruhnya atau sebagian telah terhapus dan tidak
ada lagi acuan untuk mengukur dampak.
Di dalam Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan seyogyanya arti dampak diberi batasan: perbedaan antara
kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang
diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan. Dengan batasan ini dampak yang
disebabkan oleh aktivitas lain di luar pembangunan, baik alamiah maupun oleh
manusia tidak ikut diperhitungkan dalam prakiraan dampak. Dampak meliputi baik
dampak biofisik, maupun dampak sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan, serta
seyogyanya tidak dilakukan analisis dampak sosial dan analisis dampak kesehatan
lingkungan secara terpisah dari AMDAL.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembangunan
dalam dirinya mengandung perubahan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik [39]. Pembangunan diperlukan untuk mengatasi banyak
masalah, namun pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan dapat membawa dampak
negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif ini dapat berupa pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup.
Pembangunan harus memperhitungkan dampak negatif dan
berusaha untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mewujudkan hal ini adalah dengan melakukan pembangunan yang berwawasan
lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu
direncanakan sampai pada operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan
lingkungan maka pembangunan dapat berkelanjutan.
Makna pembangunan nasional bukan hanya untuk meningkatkan
ekonomi tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang lebih luas dari perkembangan
ekonomi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas dimana
terkandung peningkatan mutu atau kualitas hidup. Untuk mencapai tujuan ini
sumber daya manusia merupakan peran utama di dalam memanfaatkan dan mengelola
sumber daya alam untuk kepentingan manusia pula. Oleh karena itu untuk
mengurangi kerusakan lebih lanjut, maka kebijaksanaan dalam mengelola sumber
daya alam menjadi kunci utamanya
Manusia dengan segala kemampuannya akan selalu berinteraksi dengan
lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya.
Makin besar perubahan itu makin besar pula pengaruh terhadap diri manusia.
Untuk perubahan yang kecil manusia dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan
perubahn itu, tetapi dalam perubahan yang besar sering ada di luar kemampuan
diri sehingga perubahan itu dalam hal-hal tertentu dapat mengancam kelangsungan
hidup. [40]
Makin maju teknologi, makin besar pula kemampuan manusia
untuk merubah lingkungan. Pengaruh perubahan lingkungan akibat suatu kegiatan
pembangunan terhadap masyarakat, ada yang memberikan keuntungan pada kehidupan
sosial ekonomi, tetapi ada pula yang menimbulkan kerugian terhadap
kesejahteraan rakyat sehingga menambah beban masyarakat dan mengurangi manfaat
dari pembangunan itu.
Dari uraian di atas dalam rangka pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup maka nampak gambaran bagi proyek-proyek yang akan
dibangun atau yang telah berjalan, perlu diteliti sampai seberapa besar dapat
meningkatkan kualitas ligkungan hidup setempat. Selain itu terkandung pula
pengertian seberapa besar dapat memaksimumkan manfaat (dampak positif) terhadap
lingkungan yang mengandung makna harus dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru
dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi bagi masyarakat setempat, atau
sebaliknya malah menurunkan kualitas
lingkungan hidup dalam arti lebih banyak memberikan kerugian (dampak negatif)
bagi masyarakat sekitar.
Untuk mengatasi semua itu, analisa dampak lingkungan adalah
salah satu cara pengendalian yang efektif untuk dikembangkan. AMDAL bertujuan
untuk mengurangi atau bahkan meniadakan pengaruh-pengaruh buruk (negatif)
terhadap lingkungan dan bukan menghambat aktifitas ekonomi. AMDAL pada
hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan
di mana tidak saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan juga aspek
pengaruh proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia, dan lain-lain.[41]
Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar
suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan
tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha atau
kegiatan tersebut layak dari segi aspek lingkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL
adalah sebagai bahan untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun
sebagai pedoman dalam membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif.
1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah ;
2.
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan
lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan ;
3.
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari
rencana usaha dan/atau kegiatan ;
4.
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup ; dan
5.
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang
ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
Selanjutnya
dalam usaha menjaga kualitas lingkungan, secara khusus AMDAL berguna dalam hal :
1. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang
dikelola tidak rusak, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2.
Menghindari efek samping dari pengolahan sumber daya
terhadap sumber daya alam lainnya, proyek-proyek lain, dan masyarakat agar tidak
timbul pertentangan-pertentangan.
3.
Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat
pencemaran sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan
masyarakat.
4.
Agar dapat diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan
berhasil guna bagi bangsa, negara dan masyarakat
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), usaha dan atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup meliputi :
1.
Pengubahan
bentuk lahan dan bentang alam
2.
Eksploitasi
sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui
3.
Proses
dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya
4.
Proses
dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
5. Proses
dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya
6.
Introduksi
jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik
Adapun
prosedur / tata laksana AMDAL, Peraturan Pemeritah Nomor 27 Tahun 1999 telah
menetapkan mekanisme yang harus ditempuh sebagai berikut :
1.
Pemrakarsa
menysun Kerangka Acuan (KA) bagi pembuatan dokumen AMDAL. Kemudian disampaikan
kepada Komisi AMDAL. Kerangka Acuan tersebut diproses selama 75 hari kerja
sejak diterimanya oleh komisi AMDAL. Jika lewat waktu yang ditentukan ternyata
Komisi AMDAL tidak memberikan tanggapan, maka dokumen Kerangka Acuan tersebut
menjadi sah untuk digunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL.
2.
Pemrakarsa
menyusun dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), kemudian disampaikan
kepada instansi yang bertanggung jawab untuk diproses dengan menyerahkan
dokumen tersebut kepada komisi penilai AMDAL untuk dinilai.
3.
Hasil
penilaian dari Komisi AMDAL disampaikan kembali kepada instansi yang bertanggung
jawab untuk mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 75 hari. Apabila dalam
jangka waktu yang telah disediakan, ternyata belum diputus oleh instansi yang
bertanggung jawab, maka dokumen tersebut tidak layak lingkungan.
4.
Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ternyata instansi yang bertanggung
jawab mengeluarkan keputusan penolakan karena dinilai belum memenuhi pedoman
teknis AMDAL, maka kepada pemrakarsa diberi kesempatan untuk memperbaikinya.
5.
Hasil
perbaikan dokumen AMDAL oleh pemrakarsa diajukan kembali kepada instansi yang
bertanggung jawab untuk diproses dalam memberi keputusan sesuai dengan Pasal 19
dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999.
Ada tiga
pihak yang berkepentingan dengan AMDAL yaitu:[43]
1. Pemrakarsa
Yaitu orang atau badan yang mengajukan
yang bertanggung jawab atas suatu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.
Dipandang dari sudut pemrakarsa, pada dasarnya perlu dibedakan antara proses
pengambilan keputusan intern dan ekstern. Dalam proses pengambilan keputusan
intern pemrakarsa menghadapi pertanyaan apakah dia akan memprakarsai suatu
rencana kegiatan dan melaksanakannya.
Proses pengambilan
keputusan ekstern dihadapi oleh pemrakarsa apabila rencana kegiatannya diajukan
kepada instansi yang bertanggungjawab untuk memperoleh persetujuan. Dalam
proses ini pemrakarsa harus menyadari mengenai rencana yang diajukan itu.
Apabila instansi yang bertangggungjawab juga bertindak sebagai pemrakarsa, maka
proses pengambilan keputusan tersebut harus dipisahkan secara intern organisasi
instansi yang bersangkutan.
2. Aparatur Pemerintah
Aparatur pemerintah yang berkepentingan
dengan AMDAL dapat dibedakan antara instansi yang bertanggungjawab dan instansi
yang terkait. Instansi yang bertanggungjawab merupakan instansi yang berwenang
memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa
kewenangan di tingkat pusat berada pada kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan dan di tingkat daerah berada pada Gubernur
(Pasal 1 angka 9 PP No. 27 Tahun 1999).
3. Masyarakat
Pelaksanaan
suatu kegiatan menimbulkan dampak terhadap lingkungan Bio-Geofisik dan
lingkungan sosial. Dampak sosial yang ditimbulkan oleh pelaksanaan suatu
kegiatan mempunyai arti semakin pentingnya peran serta masyarakat dalam
kaitannya dengan kegiatan tersebut. Karena itu masyarakat sebagai subyek hak
dan kewajiban perlu diikutsertakan dalam proses penilaian AMDAL. Selain itu,
diikutsertakannya masyarakat akan memperbesar kesediaan masyarakat memerima
keputusan yang pada gilirannya akan memperkecil kemungkinan timbulnya sengketa
lingkungan.
Keterbukaan
dan peran serta masyarakat merupakan asas yang esensial dalam pengelolaan
lingkungan yang baik (good environmental governance), terutama dalam
prosedur administratif perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan
pencemaran lingkungan. [44]
Apabila
dari dokumen AMDAL dapat disimpulkan bahwa dampak negatif tidak dapat
ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi, atau biaya penanggulangan dampak
negatif lebih besar dibandingkan dampak positifnya. Melalui pengkajian AMDAL,
kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan
mampu optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan yang negatif, serta
dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efesien
Munn (1979)
sebagaimana dikutip oleh Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL merupakan salah
satu dari bagian perencanaan dalam rangka menghasilkan tindakan pembangunan
yang selaras dengan lingkungan, memanfaatkan sumber daya lingkungan dengan
sebaik-baiknya dan menghindari degradasi. [45]
Di banyak
negara AMDAL dinyatakan berhasil menghambat laju kerusakan lingkungan. Hasil
KTT Bumi di Rio de Jeneiro telah membuktikan hal ini, di mana ± 158 negara
menyatakan bahwa AMDAL merupakan alat yang efektif dalam mencegah kerusakan
lingkungan. AMDAL sebagai bagian yang integral dari pembangunan berkelanjutan,
memberi arti bahwa sekurang-kurangnya dengan adanya AMDAL mengingatkan
pemrakarsa supaya memperhatikan kelestarian lingkungan.[46]
Dalam membangun sebuah
proyek, sebelumnya tentu harus dilakukan identifikasi masalah mengapa suatu
proyek pembangunan ingin dilaksanakan dan tentu saja harus jelas tujuan dan
kegunaannya. Selanjutnya diadakan studi kelayakan secara teknik, ekonomis, dan
lingkungan sebelum melangkah ke perencanaan dari pembangunan proyek. Pelaksanaan
pembangunan proyek sebaiknya dimulai setelah hasil AMDAL diketahui sehingga
dapat dilakukan optimasi untuk mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek
tersebut. Dalam hal ini, dampak lingkungan dapat dikendalikan melalui
pendekatan teknik dan pengendalian limbah sehingga dapat menghasilkan biaya
pengelolaan dampak yang murah dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.
Menurut Imam
Supardi, pengelolaan lingkungan dalam usaha menghindari kerusakan akibat dari
satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan setelah diketahui dampak
lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan
dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan lingkungan,
maka harus selalu dilakukan pemantauan sejak awal pembangunan secara berkala.
Hasil pemantauan ini dapat dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah
pengelolaan lingkungan, jika memang hasil pemantauan tidak sesuai dengan
pendugaan pada AMDAL atau sebaliknya juga dapat dipakai untuk mengoreksi
pendugaan AMDAL yang mungkin kurang mengena. [47]
Dari hasil
AMDAL dapat diketahui apakah proyek pembangunan berpotensi menimbulkan dampak
atau tidak. Bila berdampak besar terutama yang negatif, tentu saja proyek
tersebut tidak boleh dibangun atau boleh dibangun dengan persyaratan tertentu
agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi sampai tidak membahayakan
lingkungan. Dampak negatif yang perlu diperhatikan adalah:
1.
Apakah dampak negatif yang mungkin timbul itu melampaui
atau tidak, batas toleransi pencemaran terhadap kualitas lingkungan.
2.
Apakah dengan banyak yang akan dibangun ini atau tidak
atau akan menimbulkan gejolak terhadap banyak pembangunan lain atau masyarakat.
3.
Apakah dampak negatif ini dapat mempengaruhi kehidupan
atau keselamatan masyarakat atau tidak.
4.
Seberapa jauh perubahan ekosistem yang mungkin terjadi
sebagai akibat pembangunan proyek ini.
Bila berdasarkan AMDAL
tidak akan menimbulkan dampak yang berarti, maka proyek pembangunan dapat
dilaksanakan sesuai usulan dengan tetap berpedoman agar tetap memperhatikan
dampak-dampak negatif yang mungkin timbul, diluar perkiraan semula. Dalam hal
ini, sebelum proyek dilaksanakan haruslah ditentukan dulu pedoman pengelolaan
dan pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestariannya. Perlu kiranya
ditekankan, AMDAL sebagai alat dalam perencanaan harus mempunyai peranan dalam
pengambilan keputusan tentang proyek yang sedang direncanakan. Artinya, AMDAL
tidak banyak artinya apabila dilakukan setelah diambil keputusan untuk melaksanakan
proyek tersebut.
Pada lain pihak juga tidak benar untuk menganggap AMDAL
sebagai satu-satunya faktor penentu dalam pengambilan keputusan tentang proyek
itu. Yang benar ialah AMDAL merupakan masukan tambahan untuk pengambilan
keputusan, disamping masukan dari bidang teknis, ekonomi, dan lain-lainnya.
Misalnya dapat saja terjadi laporan AMDAL menyatakan bahwa suatu proyek
diprakirakan akan mempunyai dampak lingkungan yang besar dan penting.
Namun pemerintah berdasarkan atas pertimbangan politik atau
keamanan yang mendesak memutuskan untuk melaksanakan proyek tersebut. Yang
penting untuk dilihat dalam hal ini adalah keputusan tersebut diambil tidak
dengan mengabaikan aspek lingkungan, melainkan setelah mempertimbangkan dan
memperhitungkannya. Dengan ini keputusan tersebut diambil dengan menyadari
sepenuhnya akan kemungkinan akan terjadinya dampak lingkungan yang negatif. Maka pemerintah pun dapat melakukan
persiapan untuk menghadapi kemungkinan tersebut sehingga kelak tidak akan
dihadapkan pada suatu kejutan yang tidak menyenangkan dan tidak terduga
sebelumnya. Dengan persiapan ini dampak negatif dapat diusahakan menjadi
sekecil-kecilnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang
telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa peran Amdal
dalam mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan merupakan salah satu cara
pengendalian yang efektif, karena AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan
suatu proses perencanaan proyek pembangunan. Dampak negatif yang sering
ditimbulkan oleh proyek pembangunan dapat diminimalisir dengan adanya AMDAL.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah dengan melakukan
pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak
mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada operasi pembangunan itu,
sehingga dengan adanya pembangunan berwawasan lingkungan maka pembangunan dapat
berkelanjutan.
B. Saran-Saran
Berdasarkan temuan-temuan hasil
pembahasan sebagaimana telah disimpulkan diatas, maka disarankan :
1. Diharapkan
kepada pihak/instansi terkait, kiranya senantiasa melakukan koordinasi dan kerja
sama yang baik untuk dapat menerapkan AMDAL dalam setiap rencana pembangunan
sehingga kelestarian lingkungan hidup dapat tetap terjaga.
2. Diharapkan
kepada seluruh elemen masyarakat, kiranya lebih berperan serta terhadap
lingkungan yang ada disekitarnya, khususnya dalam melakukan pengawasan terhadap
kegiatan pembangunan dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan.
|
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan
Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika
Bisnis Di Indonesia, Gramedia pustaka utama, 1999.
Harun M. Husein, Lingkungan
Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta,
1992
Imam
Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Alumni, Bandung 2003.
Meinhard Schroder, Sustainable
Development and Law, W.E.J Tjeenk Willink Zwolle, 1996.
Moh.
Askin, Seluk beluk Hukum Lingkungan, Nekamatra, Jakarta, 2010.
Niniek Suparni, Pelestarian,
Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
Otto
Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pramudya Sunu, Melindungi
Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta, 2001.
R.M Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, 1996.
Siti Sundari Rangkuti, Hukum
Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi ketiga, Airlangga
University Press, Surabaya, 2005.
Sudharto P. Hadi, Dimensi
Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada university Press,
Yogyakarta, 2001.
Soeryono
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
S.P
Hadi, Aspek Sosial AMDAL Sejarah, Teori dan Metode, Gadjahmada
University Press, Yogyakarta, 1995.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Bab III tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Lembaran Negara Nomor 59 Tahun 1999.
Lain-Lain
Arindra CK, Melindungi
Lingkungan Selamatkan Pembangunan. Dikutip dari situs www.
Pikiran-rakyat.com/cetak/06-4/05/index.htm, terakhir dikunjungi 8 Juli 2011
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan
dan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan, Majalah OZON
Volume 3 No.5, Januari 2002.
Zul Endria, Evaluasi
Kondisi Pasar Kota Pekanbaru sebagai Salah Satu Sarana dalam Mewujudkan Kota
yang berwawasan Lingkungan, Universitas Andalas, Padang, 2003.
.
[1] Pramudya
Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001, hal 7.
[2] R.M Gatot
P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1996, hal 189.
[3] Ibid
[4] Arindra CK, Melindungi Lingkungan
Selamatkan Pembangunan. Dikutip dari situs www.
Pikiran-rakyat.com/cetak/06-4/05/index.htm, terakhir dikunjungi 8 Juli 2011.
[5] Pramudya Sunu, op cit, hal 13.
[6] Harun M. Husein, Lingkungan Hidup
Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta, 1992,
hal. 50.
[7] Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan
Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika
Bisnis Di Indonesia, Gramedia pustaka utama, 1999, hal xi
[8] Eggi Sudjana dan Riyanto, Ibid, hal 2
[9] Niniek Suparni, Pelestarian,
Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 1994,
hal 111.
[10] Harun M.Husein, op cit, hal.36.
[11] Arindra CK, op cit.
[12] Imam Supardi, Lingkungan Hidup dan
Kelestariannya, Alumni, Bandung 2003, hal. 73.
[13] Ibid, hal. 77
[14] Ibid, hal. 77
[15]Harun M. Husein, Loct cit, hal 48
[16] Harun M. Husein, Loct cit, hal 7.
[17] Zul Endria, Evaluasi Kondisi Pasar
Kota Pekanbaru sebagai Salah Satu Sarana dalam Mewujudkan Kota yang berwawasan
Lingkungan, Universitas Andalas, Padang, 2003, hal 35.
[18] Ibid
[23] Ibid
[24] R.M. Gatot P. Soemartono, Op cit, hal 35
[25] Siti Sundari Rangkuti, Hukum
Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi ketiga, Airlangga
University Press, Surabaya, 2005, hal 59.
[27] R.M. Gatot P. Soemartono, op.cit,
hal 200
[28] Meinhard Schroder, Sustainable
Development and Law, W.E.J Tjeenk Willink Zwolle, 1996, hal 12.
[30] Pramudya Sunu, op.cit, hal 23.
[31] Pramudya Sunu, Ibid, 24
[32] Harun M. Husein, op.cit, hal 123.
[33] Ibid
[34] Ibid
[35] Imam Supardi, op cit, hal.209.
[36] Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan
Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada university Press, Yogyakarta, 2001,
hal. 44.
[40] Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
[41] S.P Hadi, Aspek Sosial AMDAL Sejarah,
Teori dan Metode, Gadjahmada University Press, Yogyakarta, 1995.
[44] Siti Sundari Rangkuti, op cit, hal 59
[45] Helneliza, Evaluasi Dokumen AMDAL,
Tesis Program Pasca Sarjana Unand, Padang, 2006.
[46] Ibid.
[47] Imam Supardi, op cit.
makalahnya bagus pak...
BalasHapusApabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
BalasHapusTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium