TEORI HUKUM PEMBANGUNAN
Pembangunan
bangsa Indonesia yang sedang berlangsung saat ini bertujuan untuk mencapai cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta
menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Olehnya, pembangunanan dilaksanakan dalam segala sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara secara berkelanjutan. Salah satu aspek yang menjadi
sasaran pembangunan adalah aspek hukum itu sendiri. Pembangunan hukum tersebut
sangatlah dibutuhkan untuk meneruskan perjuangan bangsa merdeka setelah
terlepas dari belenggu penjajahan kolonialisme barat, serta merupakan
eksistensi sebagai negara yang berdaulat tentunya memerlukan kehadiran hukum
nasional yang mencerminkan nilai-nilai kultur dan budaya bangsa. Pembangunan
hukum pada dasarnya meliputi usaha mengadakan pembaruan pada sifat dan isi dari
ketentuan hukum yang berlaku dan usaha-usaha yang diarahkan bagi pembentukan
hukum baru yang diperlukan dalam pembangunan masyarakat. [1]
Salah satu bentuk perkembangan
hukum adalah lahirya teori hukum pembangunan yang dipelopori oleh Mochtar
Kusumaatmadja pada tahun 1973.[2] Awalnya,
teori hukum pembangunan ini sesungguhnya tidak digagas untuk menjadi sebuah
teori, tetapi hanya sebagai konsep pembinaan hukum nasional, namun karena kebutuhan akan kelahiran teori
ini, menjadikan teori ini dapat diterima secara cepat sebagai bagian dari teori
hukum baru yang lebih dinamis, sehingga dalam perkembangannya konsep hukum
pembangunan ini akhirnya diberi nama teori hukum pembangunan atau lebih dikenal
dengan nama Mazhab UNPAD. Latar
belakang lahirnya pemikiran konsep hukum pembangunan ini bermula dari
keprihatinan Mochtar Kusumaatmadja yang melihat adanya kelesuan (melaise)
dan kekurangpercayaan akan fungsi hukum dalam masyarakat. Kelesuan itu seakan
menjadi paradoksal, apabila dihadapkan dengan banyaknya jeritan-jeritan masyarakat
yang mengumandangkan The rule of law dengan harapan kembalinya ratu keadilan
pada tahtanya untuk mewujudkan masyarakat Tata tentram kerta raharja. [3]
Teori hukum
pembangunan Mochtar Kusumaatmadja memiliki pokok-pokok pikiran tentang hukum
yaitu ;[4]
Pertama, bahwa arti dan fungsi hukum dalam masyarakat direduksi pada
satu hal yakni ketertiban (order) yang merupakan tujuan pokok dan
pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat
pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur dan merupakan
fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala
bentuknya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat maka diperlukan adanya
kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Disamping itu, tujuan
lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan
ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya. Kedua, bahwa hukum sebagai
kaidah sosial, tidak berarti pergaulan antara manusia dalam masyarakat hanya
diatur oleh hukum, namun juga ditentukan oleh agama, kaidah-kaidah susila,
kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial lainya. Oleh karenanya,
antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya terdapat jalinan hubungan yang erat
antara yang satu dan lainnya. Namun jika ada ketidaksesuaian antara kaidah hukum
dan kaidah sosial, maka dalam penataan kembali ketentuan-ketentuan hukum
dilakukan dengan cara yang teratur, baik mengenai bentuk, cara maupun alat
pelaksanaannya. Ketiga, bahwa hukum dan kekuasaan mempunyai
hubungan timbal balik, dimana hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaanya
karena tanpa kekuasaan hukum itu tidak lain akan merupakan kaidah sosial yag
berisikan anjuran belaka. Sebaliknya kekuasaan ditentukan batas-batasnya oleh
hukum. Secara populer dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan,
kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Keempat, bahwa hukum sebagai
kaidah sosial tidak terlepas dari nilai (values) yang berlaku di suatu
masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (The living law)
dalam masyarakat yang tentunya merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat itu sendiri. Kelima, bahwa hukum sebagai alat
pembaharuan masyarakat artinya hukum merupakan suatu alat untuk memelihara
ketertiban dalam masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya memelihara dan
mempertahankan dari apa yang telah tercapai, namun fungsi hukum tentunya harus
dapat membantu proses perubahan
masyarakat itu sendiri. Penggunaan hukum sebagai alat untuk melakukan
perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat berhati-hati agar tidak timbul
kerugian dalam masyarakat sehingga harus mempertimbangkan segi sosiologi,
antroplogi kebudayaan masyarakat.
Mochtar
Kusumaatmadja juga memberikan defini hukum yang lebih memadai bahwa hukum seharusnya
tidak hanya dipandang sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga
(instituions) dan proses (procces) yang diperlukan untuk
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.[5]
Jika dianalisis, makna definisi tersebut adalah :[6]
Pertama, kata asas dan kaidah menggambarkan hukum sebagai gejala
normatif, sedang kata lembaga dan proses menggambarkan hukum sebagai gejala
sosial. Kedua, kata asas menggambarkan bahwa Mochtar memperhatikan
aliran hukum alam, karena asas itu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral
tertinggi yaitu keadilan, sedangkan kata kaidah menggambarkan bahwa Mochtar
memperhatikan pengaruh aliran positivisme hukum karena kata kaidah mempunyai
sifat normatif. Sedang kata lembaga menggambarkan bahwa Mochtar memperhatikan
pandangan mazhab sejarah. Kata proses memperhatikan pandangan Pragmatic
legal realism dari Roscoe Pound, yaitu proses terbentuknya putusan hakim di
pengadilan. Lebih lanjut kata lembaga dan proses mencerminkan pandangan Sosiological
jurisprudence karena lembaga dan proses merupakan cerminan dari living
law yaitu sumber hukum tertulis dan tidak tertulis yang hidup di
masyarakat. Kata kaidah mencerminknan berlakunya kaidah dalam kenyataan
menggambarkan bahwa bentuk hukum haruslah undang-undang.
Sehubungan
dengan teori hukum pembangunan, Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa hakikat
pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi dari kehidupan
masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi kehidupan. Masyarakat yang sedang
membangun dicirikan oleh perubahan sehingga peranan hukum dalam pembangunan
adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur.
Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau
keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam
proses pembangunan.[7]
Adapun masalah-masalah dalam suatu masyarakat yang sedang membangun yang harus
diatur oleh hukum secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan besar
yaitu : Pertama, masalah-masalah yang langsung mengenai kehidupan
pribadi seseorang dan erat hubungannya dengan kehidupan budaya dan spritual
masyarakat, Kedua, masalah-masalah yang bertalian dengan masyarakat dan
kemajuan pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat
terutama faktor ekonomi, sosial dan kebudayaan, serta bertambah pentingnya
peranan teknologi dalam kehidupan masyarakat moderen. [8]
Jika dikaji
secara substansial, maka teori hukum pembangunan merupakan hasil modifikasi
dari Teori Roscoe Pound Law as a tool of social enginering yang di
negara Barat yang dikenal sebagai aliran Pragmatig legal realism yang
kemudian diubah menjadi hukum sebagai sarana pembangunan. Hukum sebagai sarana
pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum berfungsi
sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah
kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan disamping fungsi
hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban (order). [9]
Pengembangan
teori hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat di Indonesia memiliki
jangkauan dan ruang lingkup yang lebih lebih luas jika dibandingkan dari tempat
asalnya sendiri karena beberapa alasan, yaitu:
[10]
Pertama, bahwa dalam proses pembaruan hukum di Indonesia lebih
menonjolkan pada perundang-undangan walaupun yurisprudensi juga memegang
peranan, berbeda dengan keadaan di Amerika dimana teori Roscoe Pound ditujukan
pada pembaruan dari keputusan-keputusan pengadilan khususya Supreme Court sebagai
mahkamah tertinggi. Kedua, bahwa dalam pengembangan di Indonesia,
masyarakat menolak pandangan aplikasi mechanistis yang teradapat pada
konsepsi Law as a tool of social engineering yang digambarkan dengan
kata tool yang akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan
penerapan legisme dalam sejarah hukum yang dahulu pernah diterapkan oleh
Hindia Belanda, namun masyarakat Indonesia lebih memaknai hukum sebagai sarana
pembangunan serta dipengaruhi pula oleh pendekatan-pendekatan filasafat budaya
dari Northrop dan pendekatan Policy oriented. Ketiga, bahwa
bangsa Indonesia sebenarnya telah menjalankan asas hukum sebagai alat
pembaruan, sehingga pada hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat
Indonesia sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi
faktor-faktor yang berakar dalam sejarah masyarakat bangsa Indonesia.
Berdasarkan
pokok-pokok pemikiran dari teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja yang
telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa teori hukum pembangunan didukung
oleh aliran-aliran filsafat hukum mulai sejak era Yunani hingga ke era moderen
yaitu ; [11] Pertama,
hukum itu berlaku universal dan abadi sebagaimana dipelopori oleh Plato,
Aristoteles, Thomas Aquinas dan lain-lain, Kedua, aliran hukum positif (Positivisme
hukum) yang berarti hukum sebagai perintah penguasa seperti pemikiran John
Austin atau oleh kehendak negara seperti yang dikatakan oleh Hans Kelsen. Ketiga,
hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (living
law) dimana pemikiran ini dipelopori oleh Carl Von Savigny. Keempat,
aliran Sociological yurisprudence yang dipelopori oleh Eugen Ehrlich di
Jerman dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Roscoe Pound. Kelima,
aliran Pragmatig legal realism yang merupakan pengembangan pemikiran
Roscoe Pound di mana hukum dilihat sebagai alat pembaharuan masyarakat. Keenam,
aliran Marxis Jurisprudence dipelopori oleh Karl Marx dengan gagasan
hukum harus memberikan perlindungan bagi masyarakat golongan rendah. Ketujuh,
aliran Antropological Jurisprudence dipelopori oleh Northop dan Mac
Dougall di mana aliran ini hukum harus dapat mencerminkan nilai sosial budaya
masyarakat dan mengadung sistem nilai.
Adapun hambatan-hambatan
yang dihadapi teori hukum pembangunan adalah sebagai berikut : [12]
1.
Sukarnya menentukan tujuan dari pembangungan hukum (pembaruan);
2.
Sedikitnya data empiris yang dapat digunakan untuk mengadakan suatu
analisis dekriptif dan prediktif;
3.
Sukarnya mengadakan ukuran yang obyektif untuk mengukur
berhasil/tidaknya usaha pembaharuan hukum.
Teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja kemudian direvisi
oleh Romli Atmasasmita dengan melakukan pendekatan BSE (Bureucratic and
Social Engineering) yang kemudian disebut dengan nama teori hukum
pembangunan generasi II (1980). Konsep pendekatan BSE (Bureucratic and
Social Engineering) dalam pembangunan nasional hanya dapat dilaksanakan
secara efektif jika baik aparat penyelenggara negara dan warga negara telah
memahami fungsi dan peranan hukum
sebagai berikut : [13]
1. Hukum tidak dipandang sebagai seperangkat
norma yang harus di patuhi oleh masyarakat melainan juga harus dipandang
sebagai sarana hukum yang membatasi wewenang dan perilaku aparat hukum dan
pejabat publik;
2. Hukum bukan hanya diakui sebagai sarana
pembaharuan masyarakat semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembaharuan
birokrasi.
3. Kegunaan dan kemanfaatan hukum tidak hanya
dilihat dari kacamata kepentingan pemengan kekuasaan (negara) melainkan juga
harus dilihat dari kacamata kepentingan-kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder),
dan kepentingan korban-korban (victims);
4. Fungsi hukum dalam kondisi masyarakat yang
rentan (vulnerable) dan dalam masa peralihan (transisional), baik
dalam bidang sosial, ekonomi dan politik, tidak dapat dilaksanakan secara
optimal hanya dengan menggunakan pendekatan preventif dan represif semata,
melainkan juga diperlukan pendekatan restoratif dan rehabilitatif;
5. Agar fungsi dan peranan hukum dapat
dilaksanakan secara optimal dalam pembangunan nasional, maka hukum tidak
semata-mata dipandang sebagai wujud dari komitmen politik melainkan harus
dipandang sebagai sarana untuk mengubah sikap dan cara berpikir (mindset)
dan perilaku (behavior) aparatur birokrasi dan masyarakat bersama-sama.
Dalam
perkembangannya selanjutnya, teori hukum pembangunan I oleh Mochtar
Kusumaatmadja dan teori hukum pembangunan II
kemudian dimodifikasi kembali oleh Romli Atmasasmita dengan menambahkan
teori hukum progresif yaitu teori yang diperkenalkan oleh seorang ahli hukum
yaitu Satjipto Rahardjo kedalam teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja.
Secara substansial, baik hukum progresif maupun hukum pembangunan tidak
berhenti pada hukum sebagai sistem norma yang hanya bersandar pada rules and
logic saja, melainkan juga hukum sebagai sistem perilaku. Kesamaan
pandangan keduanya terletak pada fungsi dan peranan hukum dalam bekerjanya
hukum dihubungkan dengan pendidikan hukum, namun demikian, kedua model hukum
tersebut berbeda terutama pada tolak pangkal pemikirannya. Mochtar
Kusumaatmadja beranjak dari bagaimana menfungsikan hukum dalam proses
pembangunan nasional, sedangkan Satjipto Rahardjo beranjak dari kenyataan dan
pengalaman tidak bekerjanya hukum sebagai sistem perilaku. Perbedaan lain terlihat pada bagaimana hukum
pembangunan menegaskan bahwa kepastian hukum dalam arti keteraturan/ketertiban
(order) dipertahankan sebagai pintu masuk menuju arah kepastian hukum
dan keadilan, sedangkan hukum progresif menegaskan bahwa demi kepentingan
manusia hukum tidak dapat memaksakan ketertiban kepada manusia, tetapi hukumlah
yang harus ditinjau kembali. Perbedaan lain, dalam hukum pembangunan, bahwa hukum
seyogyanya diperankan sebagai sarana (bukan alat) pembaruan masyarakat (Law
as a tool of social engineering), akan tetapi Satjipto Rahardjo lebih menegaskan
bahwa model pemeranan hukum demikian dikhawatirkan menghasilkan Dark
engineering jika tidak disertai dengan hati nurani manusianya dalam hal ini
penegak hukumnya. [14] Sehingga
dari hasil analisis terhadap dua model hukum tersebut, kemudian Romli
Atmasasmita merumuskan sebuah sintesis yang disebut model hukum integratif yang
memberikan alternatif solusi dari persoalan hukum dalam masyarakat. Prinsip
hukum model integratif tersebut diyakini dapat memberikan konstribusi yang
signifikan terhadap pembangunan nasional terutama dalam pembentukan hukum dan
penegakan hukum. [15]
#
# #
DAFTAR PUSTAKA
Abd. G. Hakim Nusantara dan Nasroen
Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, Bandung :
Alumni, 1980.
Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, Bandung :
Amrico, 1987.
Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep
Hukum dalam Pembangunan,
Bandung : Alumni, 2002.
Romli Atmasasmita, Tiga Paradigma Hukum Pembangunan
Nasional ; Makalah Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung,
2010.
Romli Atmasasmita, Teori
Hukum Integratif, Yogyakarta : Genta Publising, 2012
[2] Lihat
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Yogyakarta : Genta Publising,
2012, hlm 59-60. Konsep hukum sebagai sarana pembangunan mulai dikemukakan oleh
Prof. Mochtar Kusumaatmadja melalui tulisan-tulisan dalam seminar tentang hukum
pembangunan pada tahun 1973, konsep hukum pembangunan telah dimasukan sebagai
materi hokum Pelita I (1970-1975), kemudian dituangkan dalam GBHN pada tahun
1978.
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
BalasHapus-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!
Izin copy-paste
BalasHapusIzin copy-paste
BalasHapus